YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Pengamat politik sekaligus Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM), Wawan Mas'udi menilai belum banyak bakal calon presiden (capres) di pemilihan umum (Pemilu) 2024 yang berbicara mengenai program keadilan sosial.
Pengajar program studi Departemen Politik dan Pemerintahan ini juga menilai bahwa sistem elektoral di Indonesia masih berbasis pada figur dan popularitas.
Ia menyebut, sistem pemilu di Tanah Air belum banyak menggali tentang ide atau program yang menjawab tantangan di masyarakat.
"Misalkan untuk isu social justice (keadilan sosial -red), di antara calon yang sudah muncul, saya kira belum banyak yang berani speak up program-program soal social justice kan belum ada," kata Wawan saat ditemui KOMPAS.TV di Balai Senat, Gedung Balairung, UGM, Rabu (5/7/2023).
Baca Juga: Komisi Pemilihan Umum: Generasi Milenial Indonesia Jadi Pemilih Terbanyak pada Pemilu 2024
Selain itu, Wawan memandang persoalan elektoral di Indonesia sudah mapan secara prosedural, tetapi masih memiliki beberapa isu yang belum bisa diselesaikan.
"Misalnya inklusi dari kelompok-kelompok difabel atau disable group, kan mereka belum masuk, karena itu kan penting untuk mendorong sistem elektoral yang bisa memfasilitasi mereka," terangnya.
Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengungkapkan ada lebih dari 1,1 juta pemilih yang merupakan kelompok disabilitas, tepatnya 1.101.178 orang.
"Disabilitas dalam hal ini secara intelektual ada sebanyak 55.421 pemilih, mental 264.594 pemilih, fisik 482.414 pemilih, lalu kemudian tuna wicara, netra, dan sebagainya ada 298.749 pemilih, (sehingga) total ada 1.101.178 pemilih," terang Koordinator Divisi Data dan Informasi KPU RI, Betty Epsilon Idroos, Minggu (2/7/2023) yang disiarkan dalam program Breaking News, Kompas TV.
Baca Juga: Sosiolog Politik UGM: Pemilu Kita Terjebak Rutinitas, Elite Politik Harus Keluar dari Zona Nyaman
Sumber : Kompas TV, Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.