JAKARTA, KOMPAS.TV - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mewaspadai modus baru ‘serangan fajar’ di masa pemilihan umum (pemilu), salah satunya dengan dompet digital.
'Serangan fajar' merupakan istilah yang bisa diartikan sebagai praktik politik uang dalam rangka membeli suara.
Direktur Analisis dan Pemeriksaan I PPATK Beren Rukur Ginting mengatakan, cara tersebut akan lebih sulit untuk diawasi karena tak ada perpindahan melalui tangan.
"Bisa tinggal dimasukkan ke dalam daftarnya (untuk diisikan dompet digital atau token listriknya). Nanti masuk notifikasi, 'Hore, masuk (dananya)',” tuturnya dalam acara diskusi di Hotel Santika Bogor, Kamis (27/6/2023), dikutip Tribunnews.com.
“Polisi menunggu kapan dibagi-bagi duitnya, (ternyata) nggak ada bagi-bagi duit," imbuhnya.
Baca Juga: MK Sebut Pemerintah Bisa Ajukan Pembubaran Parpol yang Biarkan Praktik Politik Uang agar Jera
Meurut Beren, 'serangan fajar' dengan modus seperti itu akan sangat mudah dilakukan jika dibandingkan dengan cara konvensional.
Selain itu, proses pelaksanaan ‘serangan fajar’ tersebut semakin besar untuk terbuka.
"Tinggal duduk-duduk di kamar, kring kring kring (suara notifikasi), token listrik sudah terisi. Jadi, ruang-ruang serangan fajar bisa terbuka," ujar Beren.
Baca Juga: Heboh Tuduhan Politik Uang di Masjid, Begini Penjelasan Politikus PDIP Said Abdullah
Sementara, Plt. Deputi Pelaporan dan Pengawasan Kepatuhan PPATK Syahril Ramadhan mengatakan, pihaknya telah menggandeng pihak pelapor yang mengeluarkan uang elektronik.
"Jadi, sekarang orang bisa saja tidak menggunakan cash, tapi pakai GoPay, OVO, dan Dana,” tuturnya.
“Jangan sampai uang elektronik ini dimanfaatkan untuk penggunaan dana pemilu secara ilegal," kata Beren.
Sumber : tribunnews.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.