JAKARTA, KOMPAS.TV – Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam, menilai penetapan Johnny G Plate sebagai tersangka kasus dugaan korupsi, memberi tekanan psikologis kepada Partai NasDem.
Seperti diberitakan, Kejaksaan Agung menetapkan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate sebagai tersangka kasus korupsi pada Rabu (17/5/2023).
Penetapan Johnny sebagai tersangka itu terkait kasus dugaan korupsi penyediaan menara base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung 1, 2, 3, 4, dan 5 Bakti Kementerian Kominfo tahun 2020-2022.
“Diakui atau tidak, memang dengan penetapan Menkominfo dalam konteks ini Pak Johnny Plate sebagai tersangka, akan memberikan dampak elektoral secara signifikan dan setidaknya memberikan tekanan secara psikologis kepada Partai NasDem,” kata Ahmad Khoirul dalam Kompas Petang Kompas TV, Kamis (18/5/2023).
Baca Juga: Menteri dari NasDem Johnny G Plate Tersangka Korupsi, Murni Hukum Atau Politis?
Namun, lanjut dia, yang menjadi perdebatan, apakah kasus itu dalam konteks politisasi penegakan hukum atau sebuah penegakan hukum yang objektif.
“Memang diakui atau tidak, kalau penegak hukum sudah menetapkan sebuah keputusan untuk menersangkakan siapa pun, maka besar kemungkinan sudah memiliki dua alat bukti yaang kuat. Artinya dalam sisi kasus, sebenarnya itu sudah matang,” paparnya.
Persoalannya kemudian, kata Ahmad Khoirul, ada kemungkinan argumen tentang politisasi penegakan hukum tersebut muncul ketika mencermati sepak terjang penegak hukum sendiri.
“Bagaimana kemudian sepak terjang dari penegak hukum sendiri berpotensi membuka ruang dilakukannya pemilihan atau tebang pilih dalam konteks pengambilan kasus yang mana yang kemudian harus digarap.”
Karena, menurut dia, bagaimana pun juga ada sejumlah kasus yang jika dirunut dengan detail, akan berkaitan dengan elite politik partai tertentu.
“Impor bawang putih, kemudian terkait kasus ekspor minyak goreng, kemudian kasus pengadaan alat kesehatan, atau alat utama sistem persenjataan, yang semua itu kalau misalnya dirunut lebih detail, semua memiliki kaitan yang cukup kuat dengan elite-elite partai politik tertentu.”
“Tetapi kemudian seolah tidak dijamah. Nah, ini yang kemudian membuka tafsir, membuka cara pandang, yang disampaikan sejumlah pihak, meskipun itu sifatnya spekulatif, sebagai bentuk praktik politisasi penegakan hukum,” urainya.
Baca Juga: NasDem Ajak Diskusi soal Pilpres Usai Plate Tersangka, Anies: Tak Ada yang Berubah, Jalan Terus.
Masalahnya, kata Ahmad Khoirul, politisasi penegakan hukum bukan sesuatu yang mudah untuk dibuktikan. Sebab, tidak berada pada ranah prosedural administratif.
“Problemnya, dalam konteks ini, politisasi penegakan hukum tidak mudah untuk dibuktikan, karena dia bersifat underground (di bawah tanah, red), dia tidak berada pada ranah yang sifatnya prosedural administratif.”
“Jadi, sifatnya invisible hand. Nah. kekuatan yang kemudian bergerak mengoperasionalkan bagaimana orkestrasi kekuatan hukum itu berjalan. Apakah betul memang diorkestrasi oleh kekuatan tertentu atau tidak, memang barangkali bisa dirasakan tapi tidak mudah untuk dibuktikan,” paparnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.