JAKARTA, KOMPAS.TV - Sebanyak 20 warga negara Indonesia (WNI) yang diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Myawaddy, Myanmar, belum bisa dihubungi hingga saat ini. Pihak keluarga ataupun Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) yang mendampingi keluarga korban mengaku hilang kontak sejak seminggu belakangan.
Nurhaeda, ibu dari salah satu WNI yang disekap menuturkan para korban ditahan pihak perusahaan di dua tempat berbeda. 10 orang dikumpulkan di sebuah kamar, 10 lain di pos tentara.
"Sekarang posisinya kata dia (anak Nurhaeda) 10 orang yang disekap di pos army itu sudah diangkut pihak perusahaan sejumlah tiga orang. Setelah itu tidak ada kabar lagi,” kata Nurhaeda dalam program “Sapa Indonesia Malam” Kompas TV, Rabu (3/5/2023).
Baca Juga: Ibu WNI Korban TPPO di Myanmar Ungkap Ancaman Pelaku: Jokowi pun Disebut Tak Bisa Selamatkan Mereka
20 WNI tersebut diberangkatkan ke Thailand lalu diselundupkan ke Myanmar pada Oktober-November 2022 lalu. Di Myanmar, alih-alih mendapat pekerjaan sesuai janji penyalur, para korban justru dipaksa kerja tanpa dibayar, disekap, dan disiksa.
Nurhaeda menuturkan bahwa proses keberangkatan anaknya ke luar negeri hanya memakan waktu beberapa hari. Bahkan, pihak imigrasi Indonesia menerbitkan paspor anak Nurhaeda dalam hitungan jam. Pihak penyalur beralasan, anaknya akan pergi menggantikan calon pekerja migran Indonesia (PMI) lain yang sakit.
"Jadi sebelum salat Jumat anak saya ke Imigrasi di Jakarta Timur, Cipinang. Setelah salat Jumat langsung ditelepon sama orang Imigrasi-nya udah selesai, anak saya berangkat lagi, ambil (paspor),” kata Nurhaeda.
Ketua Umum SBMI Hariyanto Suwarno pun menyatakan bahwa penyalur TPPO yang berada di Indonesia harus ditindak tegas. Pada Selasa (2/5) kemarin, ia mendampingi keluarga korban melapor ke Bareskrim Polri tentang dua terduga pelaku TPPO yang berada di Indonesia.
Hariyanto menyebut pola penipuan kerja di Myanmar ini sama dengan pola lowongan kerja migran yang lain. Ia juga menegaskan kejadian yang menimpa 20 WNI di Myanmar sesuai unsur TPPO menurut undang-undang.
"Para pelaku di Indonesia juga harus ditindak tegas oleh hukum, kalau tidak ini akan timbul masalah-masalah baru. Sebab itu kami melaporkan ke kepolisian 2 Mei kemarin, dan kami telah mendapatkan LP,” kata Hariyanto.
Lebih lanjut, Hariyanto mengeklaim pihaknya telah mengidentifikasi tempat penampungan pekerja migran ilegal di Bekasi.
Mengenai tindakan pemerintah, Hariyanto menyebut Kementerian Luar Negeri RI diketahui telah menerbitkan nota diplomasi terkait kasus TPPO 20 WNI di Myanmar. Namun, Kemlu menyebut ada tantangan tersendiri untuk mengevakuasi ke-20 WNI tersebut dari Myanmar.
Hariyanto menegaskan, walaupun korban TPPO terjebak di daerah konflik, pemerintah memiliki kewenangan untuk evakuasi. Ia menggarisbawahi evakuas-evakuasi WNI yang telah terjadi dari daerah konflik seperti Sudan, Ukraina, hingga WNI yang disandera kelompok ekstremis Abu Sayyaf.
"Kami juga merasa aneh ketika di Myanmar ini (pemerintah) selalu mengatakan bahwa otoritas di Myanmar pun tidak bisa masuk ke daerah konflik, tetapi kami berkeyakinan bahwa Indonesia punya undang-undang hubungan luar negeri yang kuat, konvensi internasional," katanya.
Terakhir, Hariyanto mendesak otoritas Indonesia menerapkan UU tentang TPPO secara maksimum. Pencegahan, penindakan tegas, dan pemulihan perlu dilakukan untuk mengatsi perdagangan orang.
Baca Juga: Keluarga Korban TPPO Myanmar Laporkan Perekrut di Indonesia, Diduga terkait Jaringan Internasional
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.