JAKARTA, KOMPAS.TV- Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan mantan narapidana yang ingin mencalonkan diri sebagai anggota legislatif (DPR) atau Dewan Perwakilan Daerah (DPD), harus menyatakan diri secara jujur dan terbuka kepada publik terkait latar belakang dirinya.
”Mantan narapidana yang telah melewati jangka waktu lima tahun setelah selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana dan bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang kepada publik,” ucap Ketua KPU Hasyim Asy’ari saat menyampaikan sejumlah paparan, diantaranya mengenai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 87/PUU-XX/2022 yang mengatur mengenai masa jeda lima tahun untuk mantan narapidana yang ingin mencalonkan diri menjadi anggota DPR dan DPRD dan Penambahan syarat bakal calon anggota DPD sebagaimana ditetapkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12/PUU-XXI/2023, Rabu (12/4/2023).
Baca Juga: Pengamat Yakin PDIP Pasti Berkoalisi untuk Hadapi Pemilu 2024: Mungkin dengan Partai Nonparlemen
Hasyim mengatakan mantan terpidana dapat mencalonkan diri usai melewati jangka waktu 5 tahun usai menjalani pidana penjara. Syaratnya, mantan terpidana secara jujur mengumumkan latar belakangnya dan bukan pelaku kejahatan berulang.
Namun, anggota Komisi II DPR RI Agung Widyantoro mempertanyakan peraturan tersebut. Menurutnya, dalam ketentuan ini perlu diperjelas kembali terkait media apa yang digunakan oleh bakal calon legislative bagi mantan narapidana itu untuk mengumumkan latar belakang dirinya.
“Ada berapa catatan-catatan menarik, di antaranya adalah isu atau mungkin rumusan redaksional mengenai syarat calon yang pernah menyandang status sebagai narapidana. Di sana ada kewajiban untuk mengumumkan jati dirinya bahwa yang bersangkutan pernah diancam pidana baik itu lima tahun atau lebih terkait dengan jenis tindak pidana apa dia diancam, (seperti) makar, maupun politik dan sebagainya. Perlu dipertegas, kewajiban untuk mengumumkan jati dirinya ini melalui media apa?” jelas Agung, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (12/4) seperti dikutip dari laman DPR.
Baca Juga: Ketua KPU RI: Putusan PT DKI Bisa Membendung Arus Gugatan Perkara Pemilu lewat Pengadilan Umum
Menurutnya, di era perkembangan teknologi yang sangat pesat ini, banyak bermunculan media-media, bahkan dalam kontek personal pun bisa mempunyai medianya sendiri. ”Kita tahu perkembangan teknologi, revolusi industri 4.0, sekarang ini kan ada media cetak, elektronik, dan juga media online.
Lalu di antara media cetak, elektronik, dan online ini ada tidak kewajiban untuk mengumumkan menggunakan media utama? Bagaimana kalau menggunakan media internal?” sambungnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.