JAKARTA, KOMPAS.TV - Gagasan bermula dari kekhawatiran maraknya praktik dokter abal-abal, istilah yang muncul akibat adanya praktek kedokteran oleh orang tanpa ijazah dan kompetensi dokter. Sesuai ketentuan, praktek dokter harus memenuhi ketentuan di antaranya memperoleh Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Ijin Praktek (SIP).
Belakangan STR diusulkan berlaku seumur hidup. Sedangkan surat ijin praktek dokter wajib diperpanjang lima tahun sekali. Namun muncul kekhawatiran lain, penerbitan STR seumur hidup justru akan menyuburkan praktik dokter abal-abal. Alasannya, STR seumur hidup dapat memunculkan dokter yang tidak menyesuaikan perubahan, padahal dokter terkadang berurusan dengan nyawa pasien.
Kekhawatiran tersebut ditepis oleh Direktur Jenderal Tenaga Kesehatan Kemenkes RI drg. Arianti Anaya. Kata dia, kalaupun Surat Tanda Registrasi untuk dokter dan tenaga kesehatan yang diusulkan seumur hidup itu diterma, dokter dan tenaga kesehatan tetap wajib mendapatkan sertifikat kompetensi melalui Satuan Kredit Poin (SKP).
“Jadi tidak benar isu yang beredar jika STR seumur hidup akan menyuburkan praktek dokter dukun atau dokter tremor atau dokter abal-abal karena mereka tetap diwajibkan mendapatkan sertifikat kompetensi melalui pemenuhan SKP seperti praktek yang terjadi saat ini," kata Arianti, Sabtu (1/4/2023).
Baca Juga: Kemenkes Buka 2.500 Beasiswa untuk Dokter dan Tenaga Kesehatan, Mahasiswa Juga Bisa Dapat
Kualitas dokter tetap akan terpantau melalui sistem pemenuhan kompetensi berkala yang wajib dilalui ketika memperpanjang Surat Izin Praktek (SIP).
"Jadi kualitas mereka tetap terjaga. Bedanya sertifikat kompetensi nantinya akan melekat dalam perpanjangan SIP yang berlaku setiap 5 tahun,” tuturnya.
Pemerintah melalui Rancangan Undang-undang Kesehatan mengusulkan STR berlaku seumur hidup, salah satunya untuk menyederhanakan proses perpanjangan STR dan SIP.
Arianti menuturkan, dokter dan tenaga kesehatan wajib mengurus perpanjangan STR dan SIP setiap 5 tahun sekali melalui banyak tahapan birokrasi, validasi, dan rekomendasi sehingga banyak dokter dan tenaga kesehatan merasa terbebani termasuk dengan biaya-biaya yang timbul.
“Jadi nanti yang diperpanjang cukup SIP saja. Tujuan dari penyederhanaan perizinan ini adalah agar dokter dan tenaga kesehatan tidak banyak dibebani sehingga mereka bisa tenang menjalankan tugas mulia mereka,” kata Ariani.
Karena itu, Kementerian Kesehatan akan memprioritaskan pemenuhan kompetensi atau pemenuhan kecukupan SKP sebagai dasar dari pemberian SIP dalam sosialisasi rancangan undang-undang tersebut. Dengan begitu, tidak lagi perlu surat rekomendasi dari organisasi profesi seperti sekarang.
Baca Juga: Kemenkes Tegaskan Larangan Bukber ASN Bukan karena Covid-19, tapi Biar Tak Pamer Hidup Mewah
Untuk memenuhi kecukupan SKP, dokter dan tenaga kesehatan harus mengumpulkan SKP dalam jumlah tertentu yang dimasukan ke dalam sebuah sistem informasi (SI) yang dikontrol oleh Pemerintah Pusat.
Izin praktik baru diterbitkan oleh pemerintah daerah baik Dinas Kesehatan atau pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) jika dokter dan tenaga kesehatan telah memenuhi kecukupan jumlah SKP tertentu di dalam SI tersebut.
Proses registrasi dan izin praktik pun akan terintegrasi dan terhubung antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Poin lain yang disosialisasikan adalah pemerintah pusat dan daerah bersama-sama akan menyusun perencanaan kebutuhan dokter dan tenaga kesehatan di setiap daerah sebagai acuan daerah untuk pemberiaan SIP. Pemberiaan SIP harus mempertimbangkan distribusi dokter dan tenaga kesehatan.
Pemerintah bersama stakeholder akan membuat standardisasi pembobotan SKP dan akan ada kemudahan akses pelatihan atau seminar gratis.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.