JAKARTA, KOMPAS.TV - Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani menyebut pihaknya bakal mempertemukan Mahfud MD selaku Ketua Tim Pengendalian Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan Sri Mulyani selaku anggota TPPU untuk memperjelas soal dugaaan pencucian uang Rp349 triliun.
Hal itu dilakukan karena dugaan pencucian uang sebesar Rp349 triliun temuan Pusat Pelaporan dan Transaksi Keuangan (PPATK) masih belum jelas, dan membuat publik bertanya-tanya.
Keduanya juga bakal diklarifikasi bersama Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dari oleh DPR RI. Tujuannya agar polemik uang negara triliunan rupiah itu jelas.
"Karena dimulai pemerintah sendiri, dilempar belum matang atau malah timbul kegaduhan," ujarnya.
Rencananya, ketiganya dipertemukan pada 29 Maret 2023 di DPR RI.
"Buat saya, hal sensitif belum matang atau belum jelas, atau masih samar, jangan dilempar ke publik," katanya.
Menurut dia, Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi III dengan Kepala Pusat Pelaporan dan Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana Selasa (21/3) lalu soal polemik dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) belum rampung.
Akibatnya, polemik dugaan pencucian uang itu masih samar dan belum jelas duduk perkaranya. DPR RI pun masih belum bisa menjelaskan detail soal dugaan pencucian uang itu.
"Jawabannya adalah jelas belum jelas persoalannya," kata Arsul, Kamis (23/3/2023) di Sapa Pagi Kompas TV.
"Memang apa yang tentu diharapkan publik, tidak juga akan bisa terketahui oleh publik. kenapa? PPATK dan pihak terkait terikat prinsip kerahasiaan," ujarnya.
Baca Juga: Sri Mulyani Beberkan Satu Surat dari PPATK ke Kemenkeu dengan Transaksi Rp189,273 T
Kata dia, publik mungkin sulit mengetahui sosok yang diduga terlibat pencucian uang itu, meskipun Menteri Keuangan Sri Mulyani sempat menyebut inisial nama karena terikat kerahasiaan ini.
Baca Juga: Komisi III DPR RI Pertanyakan Kejelasan Transaksi Rp 349 Triliun, Ini Jawaban Kepala PPATK
"Kemarin sudah kami kirim kisi-kisi. Kami sudah minta Kepala PPATK untuk memilah dari angka transaksi data 2009-2022, dengan jumlah terakhir capai itu Rp349 triliun itu, kami minta dipilah, apakah ini murni atau ada indikasi pidana, kalau ada berapa?" ujar dia.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.