JAKARTA, KOMPAS.TV - Surat pemecatan Muhammad Sabil Fadhilah (34), guru honorer di Cirebon yang diberhentikan setelah mengkritik Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil lewat media sosial, dinilai lemah.
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim menyatakan, alasan pihak yayasan memecat Sabil dengan hanya menuliskan melanggar kode etik guru, melanggar tata tertib yayasan dan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Padahal, dalam Pasal 42 sampai 44 UU Guru dan Dosen dijelaskan, jika ada dugaan pelanggaran kode etik guru, harus diselesaikan dalam sidang kode etik di majelis atau dewan kehormatan organisasi profesi guru.
"Jadi tidak bisa sekolah atau yayasan memecat, apalagi ada dugaan pelanggaran etik. Jadi Pak Sabil ini harusnya dibuktikan dulu secara etik di dalam sidang dewan kehormatan profesi guru," ujar Satriwan di program Kompas Petang KOMPAS TV, Kamis (16/3/2023).
Baca Juga: Penjelasan Lengkap Sabil Fadhilah, Guru Honorer yang Dipecat setelah Pertanyakan Status Ridwan Kamil
Satriwan menjelaskan, merujuk UU Guru dan Dosen dan kode etik Guru Indonesia, ada kategorisasi pelanggaran yang dilakukan. Mulai dari pelanggaran ringan hingga berat.
Kalau pun guru melakukan pelanggaran berat, bisa dipecat, tetapi harus melalui tahapan atau fase yang salah satunya mengikuti sidang etik.
"Dan harus dibuktikan juga oleh ahli bahasa Sunda. Jangan-jangan (bagi) orang Cirebon atau orang Bogor, maneh (kamu, red) itu menunjukkan diksi yang akrab, atau dari Banten misalnya," ujar Satriwan.
"Jadi harus dibuktikan di sidang etik dewan kehormatan profesi guru. Kita negara hukum, enggak bisa sekolah main pecat begitu saja," sambung Satriwan.
Baca Juga: Guru Honorer Dipecat Usai Kritik Ridwan Kamil, Berlebihan Atau Wajar?
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.