JAKARTA, KOMPAS.T - Majelis hakim dalam perkara pembunuhan berencana yang melibatkan mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo, telah memvonis Richard Eliezer 1 tahun 6 bulan.
Salah satu pertimbangan hakim, bekas ajudan Sambo yang secara sah membunuh Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J itu, telah menyadari dan menyesali perbuatanya hingga melalui jalan terjal penuh risiko.
“Selanjutnya berbalik 180 derajat secara nyata melangkah maju memperbaiki kesalahan meskipun harus melewati jalan terjal berisiko demi kebenaran dan hal itu telah terdakwa Richard Eliezer tunjukkan sebagai bentuk pertobatan,” kata hakim anggota Alimin Ribut Sudjono di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (15/2/2023).
Baca Juga: Ini 3 Pertimbangan Hakim Sidang Etik Polri Agar Bharada Eliezer Tetap Jadi Polisi
Icad, panggilan anak muda kelahiran Manado, 14 Mei 1998, itu disebut berani mengungkapkan kejahatan yang melibatkan atasannya berpangkat inspektur jenderal.
Kata Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo, bila saja Icad tidak buka mulut, kasus pembunuhan berencana ini bisa jadi "dark number" alias tidak terungkap.
Bahkan, Menkopolhukam Mahfud MD pun mengatakan hal yang sama. "Kalau tidak ada Richard, kasus ini akan tertutup, akan menjadi seperti dark number. Kasus yang gelap, tidak bisa dibuka,” katanya, Senin, 13 Februari 2023.
Menengok ke awal kasus ini terungkap, orang tua Icad, Rynecke Alma Pudihang, mengatakan awalnya sang anak tetap pada skenario Ferdy Sambo bahwa terjadi tembak menembak. Namun dia menuturkan itu dengan tatapan mata yanga kosong. "Seperti ada beban yang sangat berat yang dia simpan," kata Alma dalam program Ros di KOMPAS TV Kamis 1 Desember 2022 silam.
"Saya tidak percaya, karena waktu itu kita ibadah bersama pagi malam, setiap ibadah selesai saya hanya berdoa minta kepada Tuhan kalau bisa dibuka sejelas-jelasnya semua masalah ini," kata Alma
Kelembutan hati orang tua berhasil membuat sang anak jujur mengatakan apa yang sesungguhnya terjadi. Meski, harus menerima ditetapkan sebagai tersangka pada 3 Agustus 2022 lalu dan ditahan di Rutan Bareskrim Polri.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban pun menetakan Icad sebagai justice collaborator atau orang yang bersedia bekerjasama dalam pengungkapan satu kasus. Dan posisi inilah yang dinilai mampu mengurangi vonis dari tuntutan 12 tahun penjara menjadi 18 bulan penjara.
Pihak kejaksaan agung yang menuntut Icad, tidak akan banding atas vonis yang lebih rendah dari tuntutan itu dengan alasan ada permaafan dari keluarga korban.
"Kata maaf itu adalah yang tertinggi dalam putusan hukum, berarti ada keikhlasan dari orangtuanya (Yosua), dan itu terlihat dari ekspresi menangis," ujar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung RI Fadil Zumhana, Kamis (16/2/2023).
Baca Juga: Eks Kabareskrim Sebut Eliezer Tetap Kena Sanksi, meski Diputuskan Tak Dipecat: Kemungkinan Demosi
Ibunda Yosua, Rosti Simanjuntak, sudah memaafkan Eliezer. Bahkan usai vonis, dia menyebut Eliezer dipakai Tuhan. "Biarlah Yosua melihat dari surga-Nya Tuhan. Eliezer dipakai Tuhan yang menghakimi, Tuhan yang melihat,” ucap Rosti sambil menangis.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.