JAKARTA, KOMPAS - Mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, membagikan potret ketika ia menziarahi sosok bernama KH Zainul Arifin Pohan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan pada Rabu (9/1/2023) malam. Ia menyebut sosok itu sebagai tokoh Nadhlatul Ulama di Jakarta.
"Tepat pada 1 abad Nahdlatul Ulama ini saya menyempatkan ziarah ke makam K.H. Zainul Arifin Pohan di Taman Makam Pahlawan, Kalibata. Beliau merupakan salah satu penggerak (muharrik) NU awal di Jakarta dan pahlawan bangsa," tulis Anies di akun media sosialnya @aniesbaswedan.
Anies lantas menyebut, Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur menggambarkan sosok Zainul Arifin Pohan sebagai bangsawan yang ber-NU melalui jalur kemerdekaan.
"Beliau mewakafkan seluruh waktu dan energinya untuk NU dan Republik," kata Anies.
Baca Juga: Saat Relawan Ganjar Goyah, Relawan Anies Klaim Tambah Kuat Jelang Pilpres 2024
Anies pun menyebutkan bahwa tokoh ini adalah pelindung ketika Bung Karno ditembak saat salat.
"Pada 10 Dzulhijjah 1381 H/14 Mei 1962. Pada rakaat kedua KH Zainul Arifin terkena peluru yang ditembakkan anggota DII/TII yang ikut shalat Idul Adha; peluru tersebut mestinya mengenai Presiden Soekarno," tulisnya.
Lantas, siapa dan bagaimana sosok KH Zainul Arifin Pohan Ini?
Dilansir dari pemberitaan Kompas TV, Zainul Pohan merupakan ulama dan tokoh NU yang lahir pada 2 September 1909 dari Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
Pada usia 16 tahun, ia merantau ke Batavia. Di kota ini, aktivisme dan pemikirannya mendapatkan tempat hingga akhirnya dikenal sebagai perisai pendiri Republik Indonesia, Bung Karno.
Ia tergabung di sayap Organiasi Nahdlatul Ulama yakni, Gerakan Pemuda (GP) Ansor dan turut membangun NU di Jakarta.
Baca Juga: KH Zainul Arifin Pohan, Ulama Pelindung Bung Karno yang Ditembak waktu Salat
Selama menjadi anggota GP Ansor, KH Zainul Arifin Pohan menjadi dai muda yang banyak dibicarakan.
Gaya bicara, pidato dan pengetahuannya luas hingga menarik para ulama besar di NU. Zainul Arifin pun dipercaya untuk menjadi Ketua Cabang NU Jatinegara.
Lantas, jadi Ketua Majelis Konsul NU Batavia sampai tentara Jepang datang pada 1942 hingga jadi Panglima Hizbullah yang dibentuk Masyumi.
Setelah proklamasi, Zainul bertugas mewakili Masyumi di Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP), cikal bakal DPR-MPR. Selain mengikuti BP-KNIP, Zainul juga masih aktif memimpin gerakan-gerakan gerilya Laskar Hizbullah di Jawa Tengah dan Jawa Timur selama Agresi Militer I dan II.
Baca Juga: Anies Baswedan Belum Diajak Keliling di Basis PKS dan Demokrat? NasDem Bilang Begini
Setelah revolusi, ia sempat aktif dalam pemerintahan bersama Bung Karno, sosok yang ia kagumi. Ia adalah perisa Bung Karno ketika 14 Mei tahun 1962, percobaan pembunuhan dilakukan.
Ia bahkan diangkat menjadi wakil perdana menteri (waperdam) dalam Kabinet Ali Sastroamijoyo I yang memerintah dua tahun penuh (1953-1955).
Pemilu pertama 1955 mengantar Zainul Arifin sebagai anggota Majelis Konstituante sekaligus wakil ketua DPR sampai kedua lembaga itu dibubarkan Sukarno melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Jejak politiknya panjang membentang, sepanjang hidupnya dalam membela negeri dan jadi ulama yang disegani.
Pada pada 2 Maret 1962, KH Zainul Arifin Pohan berpulang.
Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Ia mendapatkan gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden No. 35/tahun 1963 tanggal 4 Maret 1963.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.