JAKARTA, KOMPAS.TV - Survei Litbang Kompas akhir Januari 2023 menunjukkan, mayoritas responden ingin agar penjaringan calon presiden (capres) di partai politik terbuka bagi partisipasi masyarakat umum, Senin (6/2/2023).
Melansir dari Kompas.id, sebanyak 94.7 persen responden berpendapat, sebaiknya upaya parpol menjaring sosok capres tetap melibatkan partisipasi publik.
Publik berharap, mekanisme penjaringan bakal capres dilakukan secara terbuka. Salah satunya melalui proses seleksi terbuka atau bisa disebut sebagai konvensi capres.
Mayoritas responden setuju dengan konvensi capres, bahkan sebagian besar dari kelompok yang setuju ini mengharapkan konvensi ini terbuka diikuti oleh siapa saja, baik dari kader parpol yang bersangkutan maupun bukan kader partai mana pun.
Hanya sebagian kecil responden lebih memilih seleksi terbuka ini hanya diikuti khusus oleh sosok yang selama ini menjadi kader parpol. Baik itu kader dari internal partai penyelenggara konvensi maupun kader dari luar parpol tersebut.
Sisanya, tak lebih dari 10 persen lebih berharap agar konvensi fokus kepada internal kader partai penyelenggara seleksi terbuka.
Baca Juga: Pengamat: PDIP Punya 'Tiket Emas' Presidential Threshold, Berpeluang Umumkan Capres di Injury Time
Saat ini, hanya parpol atau gabungan parpol yang berhak mengajukan pasangan capres dan calon wakil presiden (cawapres).
Apabila merujuk Pasal 223 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, partisipasi publik semestinya tetap mendapatkan tempat dalam proses partai menentukan bakal capres yang akan diusung.
Pasal tersebut menerangkan, penentuan capres dan/atau cawapres dilakukan secara demokratis dan terbuka sesuai dengan mekanisme internal parpol bersangkutan.
Kalimat demokratis dan terbuka ini tak lepas dari makna pelibatan partisipasi publik dalam penentuan capres dan cawapres yang diajukan parpol.
Dalam sejarah politik Indonesia pasca-reformasi, mekanisme seleksi terbuka atau konvensi capres ini pernah dilakukan Partai Golkar menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2004. Saat itu, konvensi hanya bisa diikuti kader Golkar.
Baca Juga: PDIP Bantah Kabar Sedang Seleksi Kadernya untuk Capres: Sudah di Kantong Ibu Mega
Pemilik suara dalam konvensi saat itu juga internal partai, yakni pengurus pusat, pengurus daerah, dan ormas di bawah naungan Golkar.
Peraih suara terbanyak dalam konvensi saat itu otomatis menjadi capres Golkar.
Langkah Golkar menggelar konvensi ini pun menarik perhatian publik, termasuk parpol lainnya.
Ilmuwan politik Miriam Budiarjo meyakini, masyarakat yang ikut ambil bagian dalam partisipasi politik akan memiliki sebuah efek atau political efficacy.
Artinya, akan muncul perasaan berperan individu dalam bidang politik. Di negara-negara yang demokratis, tingginya partisipasi politik masyarakat menjadi pertanda baik karena masyarakat ikut dan memahami masalah politik.
Sumber : Kompas.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.