JAKARTA, KOMPAS.TV - Undang-Undang Cipta Kerja yang dikeluarkan pemerintah dan kemudian dianulir Mahkamah Konstitusi (MK) lalu diikuti keluarnya Perppu Ciptaker membuat ketidakpastian bagi pelaku usaha yang selanjutnya berdampak pada Indeks Persepsi Korupsi Indonesia.
Hal itu diungkapkan Deputi Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Wawan Heru Suyatmiko dalam program Sapa Indonesia Malam Kompas TV, Kamis (2/2/2023).
"Sayangnya, Undang-Undang Cipta Kerja yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah kemudian dianulir oleh MK lalu malah keluar Perppu-nya, ini malah menjadi ketidakpastian bagi pelaku usaha," ucap Wawan.
"Sekarang tujuan kita mendatangkan investor seperti apa? Apakah investor yang punya standar antikorupsi tinggi atau kita mau mendatangkan investor dari negara-negara yang tidak mempunyai standar antikorupsi yang tinggi? Nah ini yang bahayanya."
"Kalau tujuan kita mendatangkan investor sebanyak-banyaknya dan kemudian pertumbuhan ekonomi kita naik, bahayanya apa?"
Menurut Wawan, apabila investor yang datang ke Indonesia adalah investor yang tidak ragu untuk melakukan korupsi, itu yang akan membahayakan pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Kalau tidak dijaga dari sisi antikorupsinya, bisa jadi yang datang ke Indonesia itu adalah investor-investor yang memang related to corruption (berhubungan dengan korupsi, red). Itu yang dari luar negeri, belum yang dari Indonesia," lanjutnya.
Baca Juga: IPK RI Buruk, Ada Apa dengan Pemberantasan Korupsi di Indonesia?
Dalam Indeks Persepsi Korupsi tahun 2022, Indonesia berada di peringkat 110 dari 180 negara yang disurvei dengan poin 34, turun empat poin dari tahun sebelumnya.
Indonesia tertinggal sangat jauh dari Singapura yang menjadi negara ASEAN paling bersih dari korupsi dengan poin 83.
Wawan mengatakan dibutuhkan upaya yang lebih progresif lagi untuk mencegah dan memberantas korupsi di Indonesia.
Menurutnya, selain dari sisi ekonomi, perubahan juga harus dilakukan pada sistem politik Indonesia agar semakin terbuka.
"Kami pernah menghitung bahwa indeks naiknya itu 0,9 atau 1 poin per tahun. Nah artinya kalau kita upaya pencegahan korupsinya begini-begini aja atau bahkan hari ini mundur ke belakang, ya kita untuk mau setara dengan Singapore yang 83, kita butuh delapan puluh tahun," jelasnya.
"Jadi perlu upaya yang lebih progresif lagi. Kalau mau mendatangkan investasi atau paket kebijakan ekonomi, dia juga harus bisa membantu mencegah dan memberantas korupsi."
"Kalau sistem politik kita bisa diperbaiki sedemikian rupa, partai politik itu mau direformasi, mau terbuka, donasi politiknya dari mana. Selalu mengeluh pilkada, pileg, pilpres itu high cost politic, ya diatur sedemikian rupa, mereka harus terbuka," tegasnya.
Baca Juga: Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Memburuk, Apa Jawaban Jokowi?
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.