JAKARTA, KOMPAS.TV - Langkah pemerintah untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM di masa lalu dipengadilan masih disangsikan.
Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menjelaskan laporan Komnas HAM sudah cukup banyak menyertakan bukti adanya pelanggaran HAM. Namun laporan tersebut mentok di Kejaksaan Agung (Kejagung) dengan alasan tidak cukup bukti.
Menurut Bivitri hal ini yang membuat kasus-kasus pelanggaran HAM tidak masuk ke pengadilan karena sudah dimentahkan oleh Kejaksaan sebagai penuntut umum.
"Kalau bukti tidak cukup bisa dites di pengadilan bukan di tangan jaksa, nah ini belum dites sama sekali bukti-bukti itu," ujar Bivitri di program Dua Arah Pelanggaran HAM Cukup Diakui dan Disesali, Jumat (20/1/2023) malam.
Baca Juga: Janji Jokowi: 4 Perintah Presiden Soal Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu
Bivitri juga mengingatkan dalam rekomendasi Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat (PPHAM) tidak ada rekonsiliasi. Sebab pengungkapan kebenaran belum terjadi.
Namun saat ini pemerintah malah melakukan pemberian kerahiman. Padahal jika berbicara rekonsiliasi harus dimulai dari pengungkapan kebenaran.
"Dari pengungkapan kebenaran kemudian terjadi rekonsiliasi antara pelaku korban dan sebagainya, baru tahap berikutnya ada restitusi, rehabilitasi, penggantian kerugian. Nah proses pengungkapan kebenaran ini belum pernah terjadi," ujar Bivitri.
Senada dengan Bivitri, Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menilai kejaksaan bisa melakukan langkah penyelidikan untuk menguatkan bukti yang sudah ada.
Baca Juga: Pemerintah Akui 12 Pelanggaran HAM Berat, SETARA Sesalkan Tidak Ada Pengungkapan Kebenaran
Namun langkah penyelidikan dan penyidikan terkait kasus pelanggaran HAM di masa lalu hingga saat ini belum dilakukan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.