JAKARTA, KOMPAS.TV - Ahli hukum tata negara Bivitri Susanti mengkritik penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja dan mengatakan langkah pemerintah tersebut sebagai akal-akalan terhadap hukum tata negara.
"Menurut saya ini akal-akalan pada hukum tata negara Indonesia, karena bentuknya Perppu aja harus kita kritik betul," ujar Bivitri di dalam dialog Sapa Indonesia Pagi, Kompas TV, Selasa (3/1/2023).
Pengajar di Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera itu menjelaskan, wilayah hukum Perppu berbeda dari undang-undang (UU) biasa meski materi muatannya sama.
Ia juga mengatakan bahwa Perppu bisa digunakan untuk menggantikan UU dalam situasi negara yang sedang menghadapi kegentingan.
"Perppu itu dibuat untuk kegentingan memaksa, bukan memaksakan kegentingan," ujarnya.
"Kegentingan memaksa ini tidak ada (saat ini -red)," ucapnya.
Baca Juga: Perppu Cipta Kerja Hanya Bolehkan Libur 1 Hari Seminggu? Kemnaker: Enggak Benar
Ia menjabarkan, ketentuan penerbitan Perppu yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa di dalam Pasal 22 UUD 1945 ialah dalam konteks hukum tata negara darurat.
Oleh karena itu, penerbitan Perppu menurut Bivitri mestinya ketika negara berada dalam situasi yang sangat genting.
"Misalnya kalau Perppu-nya tidak keluar hari ini maka Indonesia akan bangkrut atau musnah," ujarnya.
Ia juga menilai pemerintah mengeluarkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja tanpa adanya pengawasan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) maupun masyarakat luas.
"Karena pemerintah keluarkan dulu sendiri, langsung berlaku, nanti waktu DPR sidang pada masa sidang berikutnya baru dibahas," katanya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.