JAKARTA, KOMPAS.TV - Pemerintah memastikan tidak ada pembatasan kebebasan berdemokrasi dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau RKUHP telah disahkan DPR RI menjadi undang-undang.
Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej menyatakan aturan mengenai menyerang harkat martabat presiden dan wakil presiden serta pasal penghinaan terhadap pemerintah dan lembaga negara dalam RKUHP telah dibatasi dengan penjelasan.
Dalam RKUHP, sambung Edward Omar, menyerang harkat martabat presiden dan wakil adalah menghina. Penghinaan ini dikategorikan menjadi dua macam yakni menista dan memfitnah.
Kemudian aturan tersebut tidak berlaku apabila dilakukan dalam kepentingan umum, atau untuk membela diri.
Baca Juga: DPR RI Sahkan RKUHP Jadi Undang-Undang
Kepentingan umum dijelaskan lagi, bahwa tidak termasuk yang dapat dipidana adalah kritik yang diberikan terhadap kebijakan pemerintah yang diwujudkan dalam unjuk rasa.
"Artinya unjuk rasa diperbolehkan dan kritik itu boleh. Ini kita ambil dari UU Pers. Jadi kita kasih penjelasan agar jangan sampai multitafsir," ujar Edward Omar di program Sapa Indonesia Malam KOMPAS TV, Selasa (6/12/2022).
Selain itu, pasal ini merupakan delik aduan yang dilakukan secara tertulis oleh presiden, wakil presiden, pimpinan pemerintah atau lembaga negara.
Adapun aturan menyerang harkat dan martabat presiden dan wakil presiden dan penghinaan terhadap pemerintah dan lembaga negara ini tertuang dalam Bab II, Pasal 217 hingga Pasal 220 serta Bab IV Pasal 232 dan Pasal 233, kemudian Pasal 240 dan Pasal 241 RKUHP.
Baca Juga: RKUHP Resmi Disahkan, Menkumham Yasonna: Kita Terlalu Lama Pakai Produk Kolonial!
"Ini delik aduan dan hanya bisa diproses apabila ada aduan dari presiden, wakil presidan dan pimpinan lembaga negara," ujar Edward Omar.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.