JAKARTA, KOMPAS TV - Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengatakan, Presiden Joko Widodo atau Jokowi tetap harus menunjuk Panglima TNI yang baru ketika Jenderal Andika Perkasa memasuki masa purnatugas pada akhir Desember mendatang.
Mantan KSAD itu akan memasuki usia pensiun pada 21 Desember 2022 mendatang.
Baca Juga: KSAL Yudo Margono Dinilai Berpeluang Besar Gantikan Andika Perkasa sebagai Panglima TNI
Menurut Khairul, kondisi keamanan Indonesia saat ini dan ke depannya masih relatif stabil, sehingga tak diperlukan adanya perpanjangan masa jabatan Panglima TNI.
"Namun saya memandang tidak ada kegentingan yang dapat menjadi alasan penerbitan Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang)," kata Khairul kepada Kompas TV, Jumat (4/11/2022).
Ia menjelaskan, pergantian Panglima TNI saat ini mengacu pada Pasal 13 dan Pasal 53 UU 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Dari ketentuan pada kedua pasal tersebut, tidak ada aturan yang membuka peluang perpanjangan masa dinas bagi perwira yang menduduki jabatan tertentu seperti Panglima TNI.
"Peluang baru terbuka jika dilakukan perubahan pada UU tersebut. Terutama pada kedua pasal di atas, atau Presiden menerbitkan Perppu sebagai alasan hukum perpanjangan."
"Perpanjangan masa dinas pernah dialami oleh Jenderal Endriartono Soetarto, namun tidak tepat untuk dijadikan preseden saat ini," ujar Khairul.
Sebelumnya, Anggota Komisi I DPR RI Christina Aryani mengusulkan agar jabatan Jenderal Andika sebagai pucuk pimpinan lembaga TNI itu diperpanjang.
"Akan lebih baik kalau (jabatan) Panglima Andika diperpanjang," kata Christina kepada Kompas TV, Rabu (2/11/2022).
Politikus Partai Golkar itu ingin jabatan Jenderal Andika diperpanjang karena rekam jejak kepemimpinannya selama ini ia nilai baik.
Baca Juga: Anggota Komisi I DPR Sarankan Perpanjangan Masa Jabatan Andika Perkasa Sebagai Panglima TNI
"Ada banyak kebijakannya yang saya nilai progresif dan perlu didukung contoh: penegakan hukum yang konsisten terhadap prajurit/perwira yang melanggar hukum, kebijakan yang sensitif gender seperti penghapusan tes keperawanan yang memang sangat tidak relevan, dan berbagai kebijakan humanis lainnya. Waktu 1 tahun terlampau singkat untuk bisa memberikan hasil optimal," ujar Christina.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.