"Kan hukum itu siapa, berbuat apa, dan bagaimana pertanggungjawabannya. Uraian itu sudah ada. Jadi kalau ada pernyataan sepenggal-sepenggal, justru penasihat hukum harusnya untung karena nanti pembuktiannya gampang."
"Tapi saya yakin, kalau saya baca dakwaan, sudah lengkap, sudah jelas, sudah cermat, itu yang harus dipahami," tutur Asep.
Dalam pembacaan eksepsi, penasihat hukum juga menyebut perbedaan antara dakwaan dan berita acara pemeriksaan (BAP), disebut juga ada dakwaan imajiner.
Terkait hal itu, Asep mengatakan dakwaan tidak harus sesuai BAP. Sementara mengenai dakwaan imajiner, ia mengatakan tim penasihat hukum melupakan alat bukti lain seperti keterangan ahli.
Baca Juga: Kuasa Hukum Sebut Ricky Rizal Berani Tolak Perintah Sambo, Apa Ini Bisa Jadi Pertimbangan Hakim?
"Dakwaan itu adalah keyakinan jaksa untuk membuat dakwaan, harus jelas, cermat, lengkap. Apakah harus sesuai BAP? Tidak harus, saya katakan. Kalau sama copy paste," jelasnya.
"Justru dari yang sekian itu diringkas jadi 40 atau 50 halaman, yang diambil itulah yang fakta-fakta hukum untuk dipertanggungjawabkan di meja sidang."
"Ketika jaksa membuat dakwaan, hakim harus diyakinkan dengan minimum alat bukti. Jadi kalau imajiner dikatakan diambil dari keterangan satu saksi, ada yang dilupakan alat bukti lain," lanjutnya.
"Kan di situ ada alat bukti keterangan ahli, ahli balistik, ahli forensik, surat, jadi itu lebih dari satu," ucap Asep.
Tim jaksa penuntut umum (JPU) sendiri juga menolak eksepsi yang disampaikan oleh penasihat hukum Kuat Maruf.
Sementara Majelis Hakim menunda persidangan hingga Rabu (26/10/2022) pekan depan dengan agenda putusan sela.
Baca Juga: Ini Alasan Kuat Maruf Tolak Dakwaan Jaksa Penuntut Umum dan Minta Dibebaskan Hingga Ganti Rugi
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.