JAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD berbicara terkait penggunaan gas air mata oleh polisi di Stadion Kanjuruhan, Malang.
Menurutnya, penggunaan gas air mata itu dapat menjadi tindakan abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan jika polisi menembakkannya pada saat situasi tidak darurat.
"Itu akan menjadi abuse of power kalau situasinya memang tidak darurat," kata Mahfud dalam program Rosi, Kompas Tv, Kamis (6/10/2022).
"Akan dianggap darurat dan tidak abuse of power kalau memang situasinya bisa dijelaskan dari temuan-temuan itu," tegasnya.
Sebab itu, kata dia, hal ini masih didalami Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) yang dipimpinnya, termasuk tindakan polisi yang menembakkan gas air mata ke arah tribun stadion.
"Itu yang akan kita periksa, kenapa ditembakkan gas air mata ke sana (tribun). Ini sudah pintunya terkunci, masih ditembakin, lagi. Dan menurut saksi mata, penembakan datang ke arah tribun utama. Kita periksa itu nanti semua," tuturnya.
Meski demikian, dia tidak menutup kemungkinan jika penggunaan gas air mata tersebut dikarenakan adanya situasi darurat.
Pasalnya, meski sejumlah orang menyampaikan penjelasan padanya bahwa para suporter hanya turun untuk memberikan semangat dan motivasi kepada penggawa Arema FC, namun, visual yang didapat tidak memperlihatkan hal itu.
Baca Juga: Jokowi Dikritik karena Tak Singgung Gas Air Mata di Kanjuruhan, Begini Pembelaan Mahfud MD
"Itu (penggunaan gas air mata) bisa abuse of power, kalau menurut beberapa sumber, tapi juga bisa darurat," jelasnya.
"Karena begini, ketika pertandingan selesai, lalu kira-kira 2.000 atau 3.000 orang turun mendadak. Dari situ, keadaan sudah tidak terkendali. Saya mendapat penjelasan beberapa orang di lapangan, kalau Arema main, begitu selesai main, penonton turun untuk mengucapkan terima kasih, mau kalah ataupun menang. Tapi yang terjadi kemarin tidak begitu, tapi orang marah-marah, teriak-teriak," bebernya.
"Ini pun harus kita selidiki dulu, apakah ini karena terpancing lebih dulu oleh gas air mata, atau gas air mata yang terpancing oleh mereka. Ini nanti kita konstruksikan dulu situasinya," imbuhnya.
Diberitakan sebelumnya, kerusuhan meletus di Stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Kabupatan Malang, setelah laga Arema FC vs Persebaya Surabaya berakhir dengan kekalahan Arema FC 2-3 pada pertandingan Sabtu (1/10) lalu.
Kekalahan itu diikuti masuknya sejumlah suporter ke area lapangan. Petugas keamanan gabungan Kepolisian dan TNI berusaha menghalau para suporter untuk tidak masuk ke lapangan dan mengejar pemain, salah satunya dengan menembakkan gas air mata.
Hal itu lantas membuat massa panik sehingga berlarian dan berdesak-desakan keluar dari stadion. Di tengah kepanikan itu, ada yang mengalami sesak napas lalu terjatuh dan terinjak-injak.
Tragedi Kanjuruhan tersebut mengakibatkan sebanyak 131 orang meninggal dunia.
Baca Juga: Peran 6 Tersangka Tragedi Kanjuruhan, Tak Lakukan Verifikasi hingga Perintahkan Pakai Gas Air Mata
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.