JAKARTA, KOMPAS.TV - Tembakan gas air mata oleh pihak kepolisian di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/10/2022) malam, jadi sorotan.
Untuk diketahui, polisi mengeklaim terpaksa menembakkan gas air mata untuk menghalau ribuan suporter yang masuk ke dalam lapangan. Namun, hal itu justru dituding menjadi salah satu pemicu jatuhnya ratusan korban.
Lantas apa sebenarnya yang terkandung di dalam gas air mata, dan apa dampaknya bagi tubuh?
Gas air mata adalah senjata kimia yang berupa gas dan digunakan untuk melumpuhkan dengan menyebabkan iritasi pada mata hingga gangguan sistem pernapasan.
Menurut Dokter Spesialis Paru RSUP Persahabatan Agus Dwi Susanto beberapa bahan kimia yang paling umum digunakan dalam gas air mata adalah chloroacetophenone (CN), chlorobenzylidenemalononitrile (CS), chloropicrin (PS), dan dibenzoxazepine (CR).
"Beberapa gas (air mata) itu sifatnya adalah iritan yang menyebabkan terjadinya iritasi dari moposa-moposa organ yang terkena," kata Agus dalam Breaking News Kompas TV, Minggu (2/10/2022).
Dia mengatakan paparan gas tersebut rentan menyebabkan iritasi pada mata, hidung sampai saluran napas bawah.
"Kalau terkena kulit, akan menjadi iritasi, yakni lebih merah, gatal, perih. Begitu pula di mata, menjadi merah, berair, perih, kadang seperti terbakar," ujarnya.
"Nah khusus di saluran napas itu mulai terkena dari saluran napas atas, seperti hidung, tenggorokan, sampai saluran napas bawah yakni paru."
Iritasi di saluran napas, lanjut dia, akan menyebabkan hidung terasa terbakar dan berair, untuk tenggorokan akan terasa panas bahkan dapat seperti tercekik, dan menyebabkan gejala batuk berdahak.
"Di saluran napas bawah bisa menyebabkan nyeri dada dan sesak napas," tegasnya.
Baca Juga: Presiden Arema FC: Sanksi Tidak Bermain Home Sampai Akhir Musim Itu Sangat Memberatkan
Dalam kasus yang parah, paparan gas air mata konsentrasi tinggi atau paparan di ruang tertutup atau untuk jangka waktu yang lama dapat menyebabkan kematian.
"Beberapa pedoman memang menyatakan bahwa terkena gas air mata ini disarankan tidak boleh lebih dari 20 menit," ucapnya.
Pasalnya, jika lebih dari itu, kata Agus, akan memberikan dam dampak lebih serius atau bisa terjadinya risiko lebih lanjut terhadap paru dan saluran napas.
"Ini akan menyebabkan kerusakan saluran napas bawah, di mana jaringannya akan menimbulkan risiko terjadi kegagalan pernapasan," jelasnya,
"Hal ini dikarenakan oksigen tidak masuk ke dalam pembuluh darah kita, sehingga darah akan kekurangan oksigen karena kerusakan parunya akibat hal tersebut. Jika tidak tertangani maka dapat menimbulkan risiko kematian."
Diberitakan, kerusuhan di Stadion Kanjuruhan terjadi usai Arema FC kalah dari tim tamu, Persebaya dengan skor 2-3.
Hasil tersebut pun membuat suporter tuan rumah kecewa dan menyerbu ke lapangan.
Pihak keamanan pun mencoba menenangkan situasi dengan menggiring keluar para suporter yang masuk ke lapangan agar kembali ke tribun. Namun karena semakin banyaknya suporter yang turun, situasi pun semakin kacau.
Alhasil, pihak keamanan menembakkan gas air mata, yang sebenarnya dilarang oleh FIFA digunakan dalam pengamanan stadion, untuk mengusir suporter.
Massa pun berdesak-desakan keluar dari stadion. Di tengah kepanikan itu ada yang mengalami sesak napas lalu terjatuh dan terinjak-injak hingga tewas.
Menurut penuturan Kapolri, berdasarkan identifikasi dari tim Disaster Victim Identification (DVI) dan Dinas Kesehatan pemerintah Kabupaten dan Kota Malang, hingga Minggu malam, tragedi ini mengakibatkan 125 orang meninggal dunia.
Baca Juga: Cerita Saksi Kericuhan di Kanjuruhan, Teriakan Minta Tolong di Mana-Mana, Gas Air Mata Bikin Panik
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.