BOGOR, KOMPAS.TV - Pemerintah Arab Saudi memberlakukan sejumlah kebijakan baru dalam penyelenggaran umrah 1444 H, salah satunya mengarah pada skema bussiness to customer atau B to C.
Penjelasan itu disampaikan oleh Direktur Umrah dan Haji Khusus (UHK) Nur Arifin, dalam focus group discussion (FGD) yang diselenggarakan Direktorat Jenderal (Ditjen) Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama (Kemenag), di Bogor, Jawa Barat, Selasa (20/9/2022).
Dalam FGD bersama Asosiasi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) tersebut, dibahas tentang mitigasi persoalan umrah 1444 H, antara lain tentang peran PPIU, vaksin meningitis, dan tiket pesawat.
"Kebijakan Saudi dalam penyelenggaraan umrah juga mengarah pada skema bussiness to customer atau B to C," jelas Arifin, dikutip dari keterangan tertulis Kemenag.
Baca Juga: Ditemani Dubes Denmark, Menhub Cek Kesiapan Bandara Kertajati untuk Penerbangan Ibadah Umrah
Ia merinci sejumlah kebijakan itu, di antaranya tidak ada batasan kuota umrah, tidak harus menggunakan visa umrah, permohonan visa tidak harus melalui provider di Indonesia, dan PPIU bisa langsung berhubungan dengan provider Saudi.
Menurut Arifin, kebijakan ini perlu direspon dan dimitigasi jika berpotensi memunculkan persoalan dalam penyelenggaraan umrah di Indonesia.
Selain kebijakan dari Saudi, sejumlah persoalan dalam negeri juga perlu dibahas, seperti masalah vaksin meningitis yang sempat muncul di Surabaya, serta mahalnya harga tiket.
"Detail-detail persoalan ini dibahas bersama dalam FGD ini untuk mendapat rekomendasi perbaikan ke depan," pesannya.
Sementara, Kasubdit Pengawasan Umrah Noer Alya Fitra menambahkan, peserta FGD sepakat bahwa penyelenggaraan umrah, wajib melalui PPIU.
"Terkait skema B to C, FGD menyepakati bahwa sesuai amanah regulasi mengharuskan penyelenggaraan ibadah umrah wajib melalui PPIU," jelas pria yang akrab disapa Nafit ini.
"Kemenag dan PPIU akan melakukan sosialisasi intensif terkait regulasi ini," sambungnya.
Sementara, mengenai keterbatasan vaksin meningitis, Nafit menyebut Kemenkes telah merespons hal tersebut.
Salah satunya dengan realokasi distribusi ketersediaan vaksin meningitis sesuai dengan sebaran populasi jemaah umrah per provinsi dan percepatan pengadaan vaksin baru yang akan tersedia dalam waktu dekat.
Kemenkes juga melakukan percepatan penyediaan vaksin meningitis sebanyak 220 ribu vaksin yang rencananya akan tersedia pada Oktober 2022, serta bekerja sama dengan produsen untuk memproduksi vaksin meningitis di dalam negeri.
Baca Juga: Marak Penipuan, Masyarakat Diimbau Selektif Pilih Biro Umrah
Kemenkes pun disebut telah berkoordinasi dengan ITAGI (Komite Penasihat Ahli Imunisasi Indonesia) terkait rekomendasi dan kajian terkini tentang vaksinasi, antara lain mengusulkan memperpanjang waktu masa lindung vaksin dari 2 tahun menjadi 3 - 5 tahun (sesuai merk vaksin).
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.