JAKARTA, KOMPAS.TV - Wacana Presiden Joko Widodo menjadi calon Wakil Presiden di Pilpres 2024 dinilai bisa merusak tradisi ketatanegaraan.
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, menjelaskan tidak mungkin dalam tradisi ketatanegaraan yang baik seorang presiden yang sudah menjabat dua periode kemudian turun jabatan dan memaksakan diri menjadi wakil presiden.
Menurut Feri presiden yang sudah mengakhiri jabatan konstitusionalnya selama dua periode pastinya mengambil peran sebagai negarawan, bapak bangsa, dan mengambil pilihan jalan untuk merekatkan berbagai perbedaan anak bangsa serta menjadi tokoh yang bisa merangkul banyak kalangan.
Baca Juga: Perludem Kritik Parpol, Mending Lahirkan Tokoh Alternatif Dibandingkan Tarik Jokowi Jadi Cawapres
"Jadi tidak lumrah dalam tradisi ketatanegaraan presiden turun jabatan dan memaksakan diri menjadi wakil presiden," ujar Feri dalam keterangan video, Sabtu (17/9/2022).
Feri menambahkan jika hal tersebut terjadi, maka akan mengingatkan masyarakat kepada Vladimir Putin yang terus menjabat dan berperan dalam berbagai proses ketatanegaraan.
Selain merusak tradisi ketatanegaraan, wacana tersebut tidak sejalan dengan konstitusi.
Feri menjelaskan dalam mengkaji konstitusi tidak bisa hanya dibaca hanya satu pasal saja yakni Pasal 7 UUD 1945, tapi harus membaca pasal lanjutannya.
Baca Juga: Soal Kemungkinan Jokowi Jadi Cawapres 2024, Ketua KPU Ingatkan Problem Konstitusional
Dalam Pasal 8 UUD 1945 di menyatakan jika presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, digantikan oleh wakil presiden sampai habis masa jabatannya.
Di titik ini syarat menjadi calon presiden adalah tidak atau belum pernah menjabat sebagai presiden dua periode.
Dengan sendirinya seorang wakil presiden yang pernah menjadi presiden dua periode tidak mungkin menggantikan presiden yang berhalangan tetap atau mangkat.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.