Pertama, Gayus menilai, sudah ada niat dari Sambo untuk memberi suap kepada penyelenggara negara. Hal ini sudah masuk dalam mens rea, atau sikap batin pelaku pada saat melakukan perbuatan atau niat jahat.
Kedua, adanya actus reus atau esensi dari kejahatan itu sendiri, atau perbuatan yang dilakukan. Menurut Gayus, Sambo telah melakukan perbuatan dari apa yang direncanakannya.
Baca Juga: Pakar Sebut Ferdy Sambo Aktor Intelektual Penembakan Brigadir J, Terlepas Akui Tembak atau Tidak
"Tidak terjadi bukan karena niatnya sendiri, tapi dari pihak lain, (karena) ditolak (oleh LPSK). Itu (hukumannya) hanya dipotong satu per tiga dari ancaman hukuman karena memenuhi syarat atas percobaan seperti Pasal 53 KUHP," ujar Gayus.
Lebih jauh Gayus menilai, masih banyak sangkaan yang bisa diterapkan penyidik terhadap Ferdy Sambo, salah satunya dugaan gratifikasi. Hal ini dikaitkan dengan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) Ferdy Sambo yang tidak lengkap.
Belum lagi dugaan penyalahgunaan senjata sebagaiman diatur dalam UU Darurat Nomor 12 tahun 1951 yang mengatur tentang senjata tajam.
Baca Juga: Turut Intimidasi Jurnalis, Brigadir FF Anak Buah Ferdy Sambo Disanksi Mutasi Demosi 2 Tahun
Menurut Gayus, hakim pastinya akan meneliti kasus ini secara mendalam, dan bisa saja Sambo dijatuhkan hukuman berat dengan merujuk dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).
Namun, hukuman penjara paling tinggi yang diterima Sambo tidak lebih dari 20 tahun penjara meski dijerat perkara yang berbeda.
"Hukum kita tidak mengacu yurisprudensi yang bisa menghukum sampai 100 tahun lebih, hukuman maksimal kita 20 tahun. Kalau Pasal 338 hukuman maksimal 15 tahun, kalau ditambah UU ITE tetap tidak lebih dari 20 tahun," ujarnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.