Kompas TV nasional peristiwa

Ahli soal Penggunaan Lie Detector di Kasus Brigadir J: Sama Sekali Tidak Mengukur Kenyataan

Kompas.tv - 8 September 2022, 12:19 WIB
ahli-soal-penggunaan-lie-detector-di-kasus-brigadir-j-sama-sekali-tidak-mengukur-kenyataan
Psikolog Forensik Reza Indragiri menjelaskan tentang proses berpikir pelaku tindak pidana penembakan, dalam Sapa Indonesia Pagi KOMPAS TV. (Sumber: Tangkapan layar KOMPAS TV)
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti | Editor : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS.TV- Ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel menegaskan penggunaan lie detector atau alat deteksi kebohongan sama sekali tidak mengukur kenyataan.

Pernyataan itu disampaikan Reza Indragiri Amriel terkait tes kebohongan yang dilakukan terhadap tersangka pembunuhan Brigadir Pol Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J di Sapa Indonesia Pagi KOMPAS TV.

“Kita garis bawahi lagi bahwa kebohongan atau kejujuran dinilai berdasarkan perbandingan antara kenyataan dan pernyataan,” tegas Reza, Kamis (8/9/2022).

“Alat ini sama sekali tidak mengukur kenyataan, alat ini melihat tali-temali antara pernyataan dengan reaksi fisiologis manusia, dalam hal ini manusia saya maksud adalah para terperiksa, para tersangka. Jadi kepada para tersangka diajukan sekian banyak pernyataan ataupun pertanyaan, lalu lie detector itu membaca respons fisiologis para terperiksa tersebut.”

Baca Juga: Ahli Sebut Lie Detector Tidak Scientific: Justru Munculkan Kesan Teatrikal dalam Kasus Brigadir J

Secara umum, kata Reza, alat deteksi kebohongan mendeteksi melalui melalui beberapa tanda atau reaksi pada badan.

“Misalnya, suhu badannya tetap ataukah naik, matanya, lingkaran hitam di dalam bola mata itu, pupilnya membesar atau tetap seperti biasa, jantungnya bertambah kencang atau tidak, tetesan keringatnya bertambah banyak atau tidak, itu beberapa contoh respon fisiologis yang akan coba dilihat atau ditangkap oleh alat tersebut,” jelas Reza.

Kemudian, lanjut Reza, operator akan membuat catatan pada pertanyaan dan pernyataan yang menjadi tanda dari respons fisiologis terperiksa.

Misal tentang bagaimana perubahan respons terperiksa dari semula, katakanlah,  normal menjadi berbeda.

“Bahwa tampaknya si terperiksa ini sedang mengerahkan psikologisnya secara lebih keras lagi, dia tidak menjawab secara spontan lagi, dia mengalami kecemasan dan seterusnya, sehingga boleh jadi dia sedang menyusun sebuah skenario kedustaan,” ujar Reza.

Baca Juga: Kapolri Sebut Ferdy Sambo Tetap Pertahankan Skenario Tembak-menembak saat Ditanya Kedua Kali

“Dengan kata lain kata kebohongan atau kedustaan itu tak lebih tak kurang hanya anggapan saya, hanya tafsiran saja atas perubahan kondisi fisiologis yang berlangsung pada kondisi si terperiksa.”

Atas dasar itu, Reza pun menegaskan pemeriksaan lie detector kepada para tersangka kasus Brigadir J tidak relevan dengan sebutan kejujuran atau kebohongan.

“Per detik ini, sesungguhnya saya sudah langsung ingin kunci, skakmat dengan mengatakan saya menganggap bahwa sebutan kejujuran atau kebohongan itu tidaklah relevan, empat contoh kondisi fisiologis yang tadi saya kemukakan mutlak sama sekali tidak ditentukan oleh seseorang berdusta atau tidak berdusta,” tegasnya.

Baca Juga: Kapolri Ungkap Niat Ferdy Sambo Bunuh Yosua ke Bharada E: Kalau Kamu Siap, Kamu Saya Lindungi

“Misalnya, apa iya seseorang yang degup jantungnya bertambah cepat itu semata-mata karena berdusta? belum tentu. Yang bersangkutan bisa saja kelainan jantung, yang bersangkutan baru selesai berolahraga, yang bersangkutan merasa cemas terintimidasi oleh interogatornya,” ucap Reza.

Jadi, sambung Reza, respons fisiologis terperiksa tidak mutlak berkaitan dengan berdusta atau jujurnya terperiksa.




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x