Kompas TV nasional politik

Saran Jokowi ke Para Ekonom: Jangan Gunakan Pakem yang Ada, tapi Dibutuhkan Pemikiran "Abu Nawas"

Kompas.tv - 7 September 2022, 12:34 WIB
saran-jokowi-ke-para-ekonom-jangan-gunakan-pakem-yang-ada-tapi-dibutuhkan-pemikiran-abu-nawas
Presiden Joko Widodo dalam kunjungannya ke Pasar Cicaheum, Jawa Barat, Minggu (28/8/2022). Dalam kunjungan itu Jokowi juga memberikan amplop bagi pedagang. (Sumber: Sekretariat Presiden)
Penulis : Fadel Prayoga | Editor : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS TV - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut, dalam kondisi krisis ekonomi, para ekonom jangan terlalu terpaku kepada pakem yang ada. Namun, harus juga lihai dan cerdik seperti pemikiran Abu Nawas. 

Abu Nawas adalah penyair Timur Tengah yang terkenal dengan kelihaiannya mengemas kritik berbungkus humor. Namanya tercantum dalam dongeng 1001 malam.

Baca Juga: Begini Kata Jokowi soal Rencana Buruh Demonstrasi Tolak Kenaikan BBM

"Saya titip ke ekonom, jangan menggunakan pakem-pakem yang ada, jangan menggunakan standar yang ada karena saat ini sangat tidak normal sehingga dibutuhkan pemikiran 'Abu Nawas', yang 'kancil-kancil'," kata Jokowi seperti dikutip dari Antara, Rabu (7/9/2022). 

Ia mengatakan, seluruh jajaran pemerintah yang bergerak di sektor perekonomian harus fokus bekerja agar Indonesia bisa kuat menghadapi krisis ekonomi ini. 

"Yang 'kancil-kancil' itu, tapi memang bekerja saat ini tidak bisa makro saja, tetapi harus ditambah mikro, mikro juga belum dapat ya harus makro, mikro, ya detail, fokus, ketemu nanti, satu per satu (caranya) karena sekali lagi keadaan sangat tidak normal."

"Dunia sekarang ini berubah sangat luar biasa, perubahannya sangat luar biasa. Pertama memang diawali pandemi, kita tahu semuanya dan kita beruntung saat itu awal-awal pandemi Indonesia tidak 'lockdown'," kata Jokowi. 

Kepala Negara menjelaskan, bila dahulu Indonesia menerapkan lockdown saat awal pandemi Covid-19 melanda Tanah Air, diperkirakan perekonomian negara tak akan kuat untuk bertahan dalam krisis saat ini. 

"Ekonomi kita akan seperti apa? Berakibat sosial politik seperti apa? Karena awal-awal (pandemi) hampir mungkin 70 negara semua melakukan 'lockdown', di kabinet sendiri 80 persen minta 'lockdown', survei rakyat minta 80 persen 'lockdown', tapi saat itu saya semedi, saya endapkan betul apa benar harus melakukan itu?" cerita Presiden.

Mantan gubernur DKI Jakarta itu menambahkan, dirinya membutuhkan sebuah perenungan yang lama untuk memutuskan Indonesia tak menerapkan lockdown di pandemi Covid-19. 

"Dan ternyata betul, kalau 'lockdown' mungkin kita bisa minus 17 persen," tambah Presiden.

Dari momen pandemi COVID-19, kata Jokowi, Indonesia telah belajar menghadapi guncangan dan belajar mengkonsolidasikan kebijakan mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah hingga RT.

"Ormas bergabung dengan TNI/Polri, semua masyarakat bergerak, masyarakat melakukan konsolidasi. Hal seperti itu yang harus diteruskan karena perang, krisis energi, krisis pangan, dan krisis finansial."

"Ini yang paling bisa kita lakukan, mengkonsolidasikan dari atas sampai bawah karena saya meyakini 'landscape' politik dan ekonomi akan berubah dan bergeser ke arah mana itu yang belum diketahui," kata Presiden.

Baca Juga: Gubernur Ingatkan Pertamina Dan Perusahaan Sekitar Desa Atasi Krisis Listrik

Ia menambahkan, saat ini semua negara sedang diuji kemampuannya untuk menghadapi kondisi geopolitik global yang sedang tidak jelas dan tidak bisa diperkirakan.




Sumber : Antara




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x