JAKARTA, KOMPAS.TV - Sjafruddin Prawiranegara adalah menteri keuangan pasca Indonesia merdeka, tepatnya pada 2 Oktober 1946 sampai 26 Juni 1947 di masa pemerintahan Soekarno. Dia menjadi menteri yang mengurusi keuangan negara ketika Indonesia masih morat-marit.
Meski dalam kondisi yang belum stabil, Sjafruddin tercatat memiliki prestasi yang dikenang sampai saat ini, yaitu menerbitkan Oeang Republik Indonesia (ORI).
Dalam buku "Pelaku Berkisah, Ekonomi Indonesia 1950-an sampai 1990-an" (penerbit KOMPAS, 2005) dikisahkan, gagasan penerbitan uang negara itu datang dari kawan-kawan Sjafruddin di Bandung, yang kemudian dia lontarkan kepada Wakil Presiden Mohammad Hatta. "Tetapi saya bangga menjadi menteri pertama yang mengeluarkan ORI," kata Sjafruddin.
Dikutip dari situs Kementerian Keuangan, ORI mulai berlaku pertama kali pada tanggal 30 Oktober 1946. Namun, pada lembaran ORI pertama, tertulis emisi bertanggal 17 Oktober 1945. Hal ini menunjukkan banyaknya kendala dalam dalam proses pembuatan, pencetakan, dan peredaran ORI.
Baca Juga: Ibu Rumah Tangga di Sidoarjo ini Jual Narkoba Karena Alasan Ekonomi Sulit
Pada saat pertama kali diterbitkan, ORI tidak dapat langsung didistribusikan ke seluruh wilayah Indonesia akibat adanya gangguan-gangguan dari Belanda atas peredaran ORI.
Hal ini terjadi karena Belanda yang mencoba untuk kembali berkuasa masih menduduki sebagian wilayah Indonesia, bahkan NICA (Netherlands Indies Civil Administration atau Pemerintahan Sipil Hindia Belanda) mengeluarkan mata uang NICA pada tanggal 6 Maret 1946 sebagai tandingan ORI, yang pada akhirnya menambah inflasi dan melanggar kedaulatan Indonesia.
Namun dalam perjalanan republik yang masih muda itu, kondisi perekonomian terus merosot. Ketika pemerintahan di bawah kabinet Hatta, yang masih dalam periode Republik Indonesia Serikat (RIS), kondisi inflasi yang melonjak, harga-harga melambung tinggi, membuat Sjafruddin harus membuat kebijakan tak biasa dan pertama dalam sejarah, yaitu menggunting mata uang, yang kemudian terkenal dengan sebutan "Gunting Sjafruddin" .
Tepatnya pada 20 Maret 1950, semua uang yang bernilai 5 gulden ke atas dipotong nilainya hingga setengahnya. Caranya benar-benar menggunting pecahan uang secara harafiah.
Saat itu, pecahan uang di atas 5 gulden hanya dimiliki mereka dengan ekonomi menengah ke atas. Potongan pertama menjadi uang dengan nilai setengahnya. Sementara potongan kedua ditukar sebagai kupon obligasi negara.
Saat itu juga ada dua mata uang yang beredar, yaitu mata uang Indonesia dan Belanda. "Kita harus memiliki mata uang yang seragam untuk seluruh Indonesia. Kita potong uang Belanda menjadi dua bagian, jadi kita tidak dituduh merampok separuh uang rakyat," katanya.
Setelah tak menjadi menteri keuangan, Sjafruddin, ditunjuk menjadi gubernur Javasche Bank (kini Bank Indonesia). Dialah satu-satunya Gubernur Javasche Bank orang Indonesia sekaligus menandai gubernur BI yang pertama.
Namun, awalnya dia enggan menempati posisi itu sampai diterimanya beberapa syarat. Salah satunya, semua pegawai BI dari Indonesia menerima gaji dan fasilitas yang sama dengan yang berasal dari Belanda.
Syarat diterima, terutama karena tekanan dari orang-orang Belanda sendiri yang mendesak agar tokoh asal Banten itu bersedia menempati posisi Gubernur BI. Bahkan, Gubernur BI sebelumnya, Houwing, juga menyetujui Sjafruddin sebagai penggantinya.
Baca Juga: Di Tengah Pandemi, Transaksi Digital Melejit Saat Ekonomi Sulit
Namun setelah tak duduk di pemerintahan, Sjafruddin getol mengkritik kebijakan ekonomi Presiden Soekarno dan Soeharto. Tokoh Masyumi ini menghembuskan nafas terakhirnya pada 15 Februari 1989 dalam usia 77 tahun.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.