JAKARTA, KOMPAS.TV - Pengacara Bharada E atau Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu, Deolipa Yumara, mengungkapkan kliennya diminta membuat skenario dalam kasus penembakan Brigadir J atau Nofriansyah Yoshua Hutabarat.
Deolipa mengatakan Bharada E mengalami banyak tekanan batin terkait kasus tersebut.
"Tekanan ini termasuk permintaan pembuatan skenario. Seolah-olah kejadiannya begini, padahal dalam kenyataannya kejadiannya begitu," jelasnya dalam program KOMPAS PETANG KOMPAS TV, Minggu (7/8/2022).
"Dia berubah dari posisi tekanan di mana dia harus berbuat begini, begini, begini. Dia harus bercerita apa adanya. Jadi ada perubahan."
Ketika ditanya apakah itu juga termasuk soal status Bharada E yang sebelumnya dikatakan sebagai pengawal pribadi kemudian jadi sopir, hingga pernyataan soal jarak tembak yang berubah dari 6 meter jadi 2 meter, Deolipa membenarkan hal tersebut.
"Betul sekali," kata dia.
Mengenai skenario, Deolipa mengatakan yang terdahulu adalah omong kosong.
"Skenario yang terdahulu adalah cerita omong kosong. Omong kosong," ujarnya.
Meski demikian, Deolipa mengatakan kliennya mengakui menembak Brigadir J. Tetapi dia menjelaskan terdapat skenario yang tak sesuai dengan pengakuannya.
Baca Juga: Pengacara: Bharada E Alami Tekanan Batin, Kini Siap Jadi "Justice Collaborator" Kasus Brigadir J
"Dia sudah mengakui itu, tetapi skenarionya tidak begitu. Keadaan yang nyata tidak begitu," jelasnya.
Kini Bharada E siap menjadi justice collaborator untuk kasus penembakan Brigadir J.
Justice collaborator adalah tersangka yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap kasus pidana.
Deolipa menyatakan Bharada E akan mengungkapkan kejadian sebenar-benarnya yang terjadi yang dialami, dilihat langsung, dan dilakukan oleh kliennya.
Sementara, Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Albertus Wahyurudhanto menilai pihaknya melihat beberapa problem internal terkait penanganan kasus penembakan Brigadir J.
"Problem yang paling menonjol karena ada relasi kuasa di mana ada komandan, anak buah dan sebagainya yang disebut Pak Mahfud (Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Indonesia) sebagai psikohierarkis," jelas Wahyu.
Selain itu, terdapat problem politis dalam kasus tersebut karena menyangkut pejabat tinggi Polri.
Baca Juga: Pengacara: Bharada E Diperintah Menembak Brigadir J, Disuruh Terlibat Membuat Skenario
"Ada problem politis (terkait kasus) karena menyangkut kepada pejabat tinggi di Polri yakni Kadiv Propam dan terjadinya juga terjadi di rumah pejabat tinggi," lanjutnya.
Wahyu mengungkapkan, pihaknya memberikan solusi untuk memecahkan problem yang disebut psikohierarkis tadi.
"Salah satunya dengan mencopot pejabat-pejabat yang bisa intervensi dan itu sudah dilakukan Bapak Kapolri (Jenderal Listyo Sigit Prabowo) dengan mencopot sepuluh orang yang punya jabatan langsung dalam proses ini," bebernya.
Wahyu mengatakan langkah Kapolri sudah jelas dengan memotong atau mengeliminasi problem yang disebut berupa tekanan-tekanan.
Menurut kepolisian, Brigadir J tewas pada Jumat 8 Juli 2022 dalam baku tembak dengan Bharada E di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo yang saat itu masih menjabat sebagai Kadiv Propam Polri.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.