JAKARTA, KOMPAS.TV - Hari Ini 14 Juli 18 tahun silam, tepatnya pada 14 Juli 2004, Jenderal Polisi Hoegeng Imam Santoso meninggal dunia dalam usia 82 tahun. Hoegeng meninggal setelah menjalani perawatan di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat, karena stroke yang dideritanya.
Hoegeng dimakamkan di pemakaman keluarga, Parung Raya, Bogor, Jawa Barat.
Sosok Hoegeng tak asing bagi kalangan aparat kepolisian, bahkan di luar jajaran polisi. Sebab, kejujuran dan integritasnya sebagai pengayom dan penegak hukum sudah banyak dikenal luas. Bahkan sosoknya sering dijadikan teladan.
Tidak mengherankan, sebab selama menjabat sebagai Kapolri periode 9 Mei 1968 - 2 Oktober 1971, lelaki kelahiran 14 Oktober 1921 di Pekalongan, Jawa Tengah itu tak pernah menerima sogokan. Bahkan, dia pernah mendamprat orang yang akan menyogoknya.
Misalnya, ketika ditugaskan di Medan, Sumatera Utara, Hoegeng dibuat kaget saat baru menempati rumah dinas yang disiapkan.
Ia mendapat kiriman barang mewah hingga mobil yang, usut punya usut, berasal dari salah satu mafia di ibu kota Sumatera Utara itu.
Baca Juga: Hari Bhayangkara, Kisah Polisi Hoegeng dan Asal-asul Kewajiban Pakai Helm Pengendara Motor
"Jadi saat di Medan itu suasananya sangat beda dengan di Surabaya. Di sana banyak judi dan mafia lainnya. Kita waktu datang ke rumah itu kaget karena isinya sudah penuh dengan barang mewah. Bapak merasa tak sudi menyentuh itu dan kami pilih pindah ke hotel," kata Meriyati Roeslani, istri Hoegeng.
Tidak heran bila Hoegeng banyak dimusuhi, bahkan oleh kawan sesama polisi. Hingga suatu ketika, ada perwira yang berusaha menyantetnya.
Hal itu karena sang perwira polisi merasa usahanya membekingi penggelapan minyak nilam di Teluk Nibung ke Penang dibongkar Hoegeng.
Merasa tak terima usahanya digagalkan, perwira itu menaruh dendam dan langsung menemui dukun santet. Tetapi upaya santet rupanya tidak mempan. Bahkan, diceritakan sang dukun menghadap Hoegeng dan meminta maaf karena disuruh perwira polisi yang tak bertanggung jawab.
Kejujuran dan sikap antisuapnya dibawa sampai akhir hayat.
Baca Juga: Dewan Minta Mabes Polri Ambil Alih Penyelidikan Kasus Polisi Baku Tembak, Agar Tidak 'Ewuh Pekewuh'
Hoegeng sebenarnya berhak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Namun, kepada Majalah Forum tahun 1993, Hoegeng yang kala itu sudah tergabung dalam Petisi 50, menolaknya.
“Ah, nanti para koruptor menegur saya. Padahal saya mau istirahat,” tutur Hoegeng.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.