JAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan gelombang Covid-19 varian Omicron subvarian BA4 dan BA5 di Indonesia tidak separah negara lain seperti di kawasan Eropa, Amerika maupun negara-negara Asia lainnya.
Menurut Budi, alasannya karena masyarakat Indonesia lebih disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan dan melakukan vaksinasi Covid-19.
"Indonesia relatif jauh lebih baik. Dengan populasi yang sangat banyak menghadapi gelombang BA4 dan BA5 ini, relatif para masyarakat Indonesia itu lebih disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan dan dalam melaksanakan vaksinasi," ungkap Menkes dalam konferensi pers yang dipantau secara daring, Senin (4/7/2022).
Lebih lanjut, Budi menyebut bahwa kenaikan kasus Covid-19 akibat varian Omicron subvarian BA4 dan BA5, terjadi di hampir seluruh dunia.
Ia memaparkan, dari hasil diskusi dengan epidemiolog, kenaikan jumlah kasus di luar negeri dipengaruhi kekurangwaspadaan dan kebijakan yang terlalu terburu-buru dalam mengendurkan protokol kesehatan maupun cakupan vaksinasi.
Baca Juga: PPKM Luar Jawa-Bali Diperpanjang hingga 1 Agustus, Hanya Satu Daerah Berstatus Level Dua
Sementara di Indonesia, lanjutnya, pemerintah masih menerapkan penggunaan masker di dalam ruangan, saat berkerumun, dan ketika kondisi badan sedang tidak sehat.
Meskipun memang saat ini pemerintah juga membolehkan masyarakat untuk melepas masker saat berada di ruangan terbuka yang tidak banyak kerumunan orang.
Tak hanya soal kebijakan itu, Budi menyebut angka kasus di Indonesia tidak setinggi negara-negara lain juga karena pemerintah masih menggencarkan vaksinasi booster atau dosis ketiga yang dinilai terbukti meningkatkan kadar antibodi pada tubuh.
Bahkan, Budi mengimbau kepada masyarakat yang telah mendapat vaksinasi dosis kedua dengan jarak enam bulan, untuk segera melakukan vaksinasi booster guna memperkuat perlindungan.
Sebab, kata Menkes, Indonesia kini sedang menuju puncak kasus Covid-19 varian Omicron dengan subvarian BA4 dan BA5. Bahkan di Indonesia, sebagian besar penularan Covid-19 berasal dari subvarian BA4 dan BA5, terutama Jakarta, yang telah mencapai nilai 100 persen.
Puncak kasus Covid-19 diketahui berdasar pada kecenderungan kasus-kasus di luar negeri yang mencapai puncak dalam kurun waktu 30-40 hari sejak kasus pertama ditemukan.
"Indonesia ini sudah sekitar 30 hari, jadi kita mungkin masih ada waktu satu sampai dua minggu ke depan. Kalau kita bandingkan negara-negara lain, seharusnya puncaknya sudah tercapai," kata Menkes.
Bahkan sebisa mungkin, kata Menkes, Indonesia tetap mampu mengendalikan penularan kasus subvarian BA4 dan BA5 selama tiga bulan ke depan hingga September.
Dengan demikian, Indonesia bisa menjadi salah satu negara yang benar-benar bisa menjaga pandemi sehingga tidak terjadi lonjakan-lonjakan berikutnya.
"Sehingga ke depannya kita akan lebih yakin, confidence masyarakat lebih tinggi untuk beraktivitas. Dan kalau mereka beraktivitas maka kegiatan ekonomi kita akan berjalan baik," ujar Menkes.
"Jadi lebih baik waspada daripada momentum kegiatan ekonomi daripada kita terburu-buru terlampau cepat yang nantinya mengurangi confidence masyarakat untuk beraktivitas dan memperlambat laju ekonomi," pungkasnya.
Sementara itu, dalam konferensi pers yang sama Menko Perekonomian Airlangga Hartarto memaparkan, Indonesia tercatat memiliki jumlah kasus Covid-19 subvarian BA4 dan BA5 yang lebih kecil dibandingkan dengan negara-negara lain.
Airlangga menyebut per 3 Juli 2022, jumlah kasus Covid-19 di Amerika Serikat tercatat mencapai 116.304, kemudian Australia 32.116, India 16.065, Singapura 8.266, Malaysia 2.384, Thailand 2.278. Sedangkan Indonesia mencatat 1.369 kasus di saat yang sama.
Baca Juga: Tren Kasus Covid-19 Melonjak: Indonesia Masih PPKM Level 1, Singapura Bersiap Hadapi Gelombang Baru
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.