JAKARTA, KOMPAS.TV - Anggota Tim Unifikasi Hijriyah Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) dan Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Profesor Thomas Djamaluddin menjelaskan bahwa kondisi bulan sore ini sangat tipis, sehingga akan menimbulkan perbedaan penetapan 1 Zulhijah 1443 Hijriyah.
"Ketika posisi bulan terlalu dekat dari matahari dan terlalu rendah, seperti pada maghrib ini, maka hilal akan sangat tipis untuk mengalahkan cahaya syafak padahal posisinya masih terlalu rendah," jelas Prof. Thomas dalam acara Kajian Hisab Astronomi Posisi Hilal Penentu Awal Zulhijah 1443 H oleh Bimas Islam Kemenag RI, Rabu (29/6/2022).
Ia menjelaskan, Kemenag memperoleh 600 citra bulan sabit yang sangat tipis pada siang ini dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Rabu (29/6).
"Rukyat itu terkait dengan kontras antara hilal yang sangat-sangat tipis dengan cahaya syafak yang masih cukup kuat," terangnya.
Oleh karena itu, lanjut dia, terkait dengan penentuan rukyat, dua faktor ini perlu menjadi pertimbangan.
Baca Juga: Kemenag RI Terbitkan Panduan Salat dan Kurban Idul Adha di Tengah Wabah Covid-19 dan Hawar PMK
Dalam memperhitungkan ketampakan dan digunakan untuk penentuan awal bulan, para perukyat dan ahli hisab selalu mempertimbangkan bahwa hilal sangat tipis.
"Apalagi yang posisinya sangat dekat dengan matahari, itu yang disebut dengan elongasi, dan ketinggian itu menentukan faktor gangguan cahaya syafak," imbuhnya.
Ia menjelaskan, Menteri Agama Indonesia telah menyepakati kriteria baru penetapan awal bulan yang disusun oleh para menteri agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS).
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.