JAKARTA, KOMPAS.TV - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) dan Paritas Institute menilai tidak ada unsur pidana dalam kasus promosi minuman keras (Miras) yang dilakukan Holywings.
Diketahui Mapolres Jakarta Selatan menetapkan enam orang tersangka dalam kasus promosi miras Holywings yang menggunakan nama 'Muhammad' dan 'Maria'.
Mapolres Jakarta Selatan menilai terdapat unsur pidana penistaan agama dan penyebaran informasi bohong yang membuat keonaran di masyarakat.
Baca Juga: Buntut Promosi SARA, Holywings Kalideres Digeruduk Ormas!
Melalui siaran persnya ada tiga hal yang membuat YLBHI, ICJR dan Paritas Institute menilai tidak ada unsur pidana dalam kasus tersebut.
Pertama, penggunaan pasal berita bohong tidak tepat. Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 1 tahun 1946 tentang menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, atau yang patut diduga berita bohong dengan sengaja untuk menimbulkan keonaran.
Terdapat syarat bahwa orang yang disangkakan harus mengetahui atau patut mengetahui bahwa informasi yang diberitakan bohong.
Kemudian harus dipastikan bahwa niatnya adalah menimbulkan keonaran yang lebih dari sekedar kegoncangan hati penduduk, juga perlu mengarah pada keonaran secara fisik, misalnya kerusuhan.
Baca Juga: 12 Kafe Holywings Resmi Ditutup dan Dilarang Beroperasi di Seluruh Wilayah DKI Jakarta
"Sedangkan dalam kasus ini penyidik sudah memberikan keterangan bahwa niat yang dilakukan untuk melakukan promosi bukan untuk membuat keonaran, apalagi menyiarkan berita bohong, sehingga pasal ini jelas tak dapat digunakan," tulis siaran pers YLBHI dan LSM lainnya, Selasa (28/6/2022).
Kedua, pasal ujaran kebencian dan penistaan agama juga tak dapat digunakan.
Menurut YLBHI, ICJR dan Paritas Institute, dalam Pasal 156 dan Pasal 156a KUHP seharusnya dikenakan jika berupa pernyataan ditujukan untuk melakukan permusuhan.
Baca Juga: 6 Pegawai Holywings yang Jadi Tersangka Penistaan Agama Terancam 10 Tahun Penjara
Sedangkan yang dilakukan Holywings adalah promosi untuk meningkatkan penjualan, seperti yang disebutkan Kapolres Metro Jakarta Selatan saat jumpa pers dan bukan menyatakan permusuhan.
Ketiga, Pasal ujaran kebencian pada Pasal 28 ayat (2) UU ITE tidak ditujukan untuk perbuatan promo miras Holywings.
Penyidik perlu membaca kembali rumusan Pasal 28 ayat (2) UU ITE bahwa perbuatan yang dapat dijerat dengan pasal ini adalah dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).
"Harus ada unsur rasa kebencian dan permusuhan. Lagi-lagi, tindakan yang dilakukan Holywings bukan menyebarkan kebencian dan permusuhan," tulis YLBHI.
Baca Juga: ICJR Dorong Pemaksaan Aborsi Masuk Kategori Kekerasan Seksual di Rancangan KUHP
YLBHI juga mengingatkan aparat penegak hukum untuk lebih berhati-hati menggunakan ketentuan di dalam KUHP tentang berita bohong, ujaran kebenciaan, penistaan agama serta UU ITE dan menerapkannya dengan ketat sesuai dengan batasan-batasan yang sudah ditentukan.
YLBHI menilai perbuatan yang dilakukan Holywings ada unsur yang bersifat sensitif dan kontroversial di masyarakat, namun pendekatan yang digunakan jelas bukan pidana.
"Pidana harus diletakan sebagai upaya terakhir, pun juga dalam perbuatan yang dilakukan tidak merupakan sasaran dari pasal-pasal pidana yang digunakan aparat," tulis keterangan pers YLBHI.
Lebih lanjut YLBHI, ICJR dan PARITAS meminta agar kepolisian untuk menghentikan penyidikan perkara promo miras Holywings dan meminta Kejaksaan menolak melakukan penuntutan karena perkara tersebut tidak layaknya untuk diajukan ke persidangan.
Baca Juga: YLBHI Sejajarkan Foto Jokowi & Soeharto Era Orde Baru. Benarkah?
"Pemerintah dan DPR untuk segera memprioritaskan perbaikan dan pengetatan perumusan norma terkait yaitu di dalam RKUHP dan diselaraskan dengan proposal revisi UU ITE," tulis YLBHI.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.