JAKARTA, KOMPAS. TV – Ide pemerintah mendistribusikan minyak goreng dengan mewajibkan warga menggunakan aplikasi PeduliLindungi atau menyertakan KTP, dianggap merepotkan. Cara disitribusi seperti itu dinilai rawan menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
Pendapat itu disampaikan anggota Komisi 6 DPR dari Fraksi PDIP Deddy Yevri Sitorus , Selasa (28/6/2022).
Dia meminta Kemenko Maritim dan Investrasi serta Kementerian Perdagangan mempertimbangkan kembali ide mendistribusikan minyak goreng menggunakan aplikasi PeduliLindungi dan Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Menurutnya Kemendag harus menjelaskan dan mensosialisasikan terlebih dahulu siapa saja yang berhak membeli migor tersebut. Jika tidak, maka akan berpotensi menyebabkan kerumunan orang yang kecewa karena tidak boleh mendapatkan migor.
Baca Juga: Polisi Gerebek Tempat Manipulasi Minyak Goreng, Pelaku Ubah Migor Curah Jadi Kemasan Premium
“Bayangkan orang datang ke tempat pembelian lalu ternyata aplikasi menunjukkan warna merah, pada saat yang sama banyak warga lain yang terlihat mampu ternyata dapat. Hal ini bisa berujung pada kegaduhan di lapangan," ujar Deddy.
Di sisi lain, penggunaan KTP yang tidak mengacu pada Kartu Keluarga (KK) juga berpotensi menimbulkan gaduh karena volume yang ditetapkan cukup besar, 10 kg/KTP per hari.
Dia memprediksi kebijakan ini bakal mendorong penimbunan dan alokasi di setiap titik itu habis dalam waktu singkat, sehingga tidak banyak bisa mendapatkan. Menurutnya, hal ini bisa saja terjadi karena selisih harga dengan minyak goreng kemasan masih cukup tinggi.
Baca Juga: Beli Minyak Goreng dengan Peduli Lindungi, YLKI : Harus Ada Analisis Profil Pengguna Smartphone
Menurut Deddy, cara terbaik adalah dengan membuat rantai distribusi yang benar dan memastikan pasokan lancar, sesuai kebutuhan di setiap daerah dengan harga sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET).
Kata dia, saat ini pasokan melimpah dan bahkan pabrik kelapa sawit sudah tidak mampu menampung produksi. Tanpa tata kelola rantai pasok yang baik dan mekanisme distribusi yang benar, persoalan minyak goreng tidak akan pernah terselesaikan secara fundamental dan merugikan semua.
“Saat ini yang terpenting adalah membanjiri pasar domestik dan memperlancar proses ekspor agar mekanisme pasar bekerja. Hal ini akan mendorong keseimbangan supply dan demand serta mendorong harga turun secara wajar,” ujar Deddy.
Baca Juga: Trending Tagar Tolak Beli Minyak Goreng Pakai NIK
Deddy berharap agar pemerintah berpikir secara sistemik dan menata ekosistem sawit dan minyak goreng secara fundamental, tidak selalu berpikir ad hoc dan parsial.
Dia mengatakan saat ini kerugian dialami semua pihak, terutama pelaku perkebunan skala sedang dan petani sawit rakyat. Tidak ada yang mendapat keuntungan dari kekacauan ini selain mafia migor.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.