YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Profesor Ahmad Syafii Maarif atau Buya Syafii mestinya berulang tahun hari ini, Selasa (31/5/2022) yang ke-87, namun takdir berkata lain.
Ia mengembuskan napas terakhir tepat empat hari sebelum hari ulang tahunnya, Jumat (27/5) pekan lalu.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir pun mengenang detik-detik Buya Syafii Maarif yang lahir pada 31 Mei 1935 itu wafat.
Jumat (27/5) pagi ketika ia bersama istri sedang dalam perjalanan menuju Bandung, Haedar mendapat informasi dari Dirut RS PKU Muhammadiyah Gamping, Sleman, Ahmad Faisol bahwa kondisi Buya Syafii sangat menurun.
"Tanpa pikir panjang, kami langsung balik menuju RS PKU Gamping," tulisnya pada Sabtu (28/5/2022).
Setibanya di rumah sakit, ia menyaksikan Buya Syafii yang sedang ditangani tim dokter dan kesehatan di ruang ICCU.
"Kondisinya sudah melemah," kenang Haedar dalam tulisan 'Mengenang Buya Syafii Maarif: Di Taman Husnul Khatimah' di situs resmi Muhammadiyah.
Sekitar pukul 10.15 WIB Buya Syafii Maarif pun akhirnya dinyatakan meninggal dunia.
"Wajahnya tampak damai," kata Haedar.
Ia duduk di samping jenazah Buya Syafii sambil memegang tangan almarhum yang mendingin.
"Muhammadiyah dan bangsa Indonesia telah kehilangan Guru Bangsa yang sikap hidupnya apa adanya, autentik," imbuh Haedar.
Dia melihat Buya Syafii sebagai sosok yang tulus, bersahaja, egaliter, dan humanis.
"Harapannya kuat agar bangsa Indonesia tetap utuh serta para elite negeri menjadi negarawan," jelas Haedar.
Baca Juga: Salah Satu Pesan Buya Syafii Maarif untuk Hadapi Krisis di Tanah Air: Cintailah Bangsa dengan Tulus
Senada, Guru Besar Purnawaktu Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Franz Magnis Suseno, atau biasa disapa Romo Magnis menilai Buya Syafii Maarif sebagai tokoh muslim positif, kritis, dan terbuka.
"Dia merupakan sosok manusia muslim yang tidak hanya saya kagumi, tetapi (juga) banyak membuka mata," kata Magnis.
Ia juga menganggap Buya Syafii Maarif memperlihatkan bahwa agama Islam yang benar adalah sesuatu yang positif yang mendukung, memberi semangat, bisa bicara dengan agama lain, dan memberi rasa aman.
"Buya mewujudkan keagamaan itu tidak untuk menggeser semua hal yang lain," imbuh Magniz.
Dia menegaskan, Buya Syafii merupakan sosok Pancasilais yang sebenarnya.
"Dia kritis untuk membantu untuk memperbaiki, kritis juga untuk menolak segala bentuk kezaliman yang muncul dalam pakaian agama atau pakaian kebaikan, yang kita sebut kemunafikan," kata Magnis dalam diskusi daring bertajuk 'Mengenang Warisan Buya Syafii Maarif', Senin (30/5).
Baca Juga: Mengenang Buya Syafii Maarif, Rikard Bagun : Beliau Selalu Risaukan Soal Keadilan Sosial & Korupsi
Menurut Magniz, bangsa Indonesia yang majemuk membutuhkan orang seperti Buya Syafii Maarif yang memiliki nilai-nilai keagamaan sendiri, tetapi mampu terbuka dan menerima perbedaan.
"Kita di Indonesia yang mengalami kemajemukan justru memerlukan orang seperti Buya yang mampu mempunyai keyakinan keagamaan nilai-nilai sendiri, tetapi di dalam hal itu semua terbuka, maka bisa menerima perbedaan, maka mereka menjadi toleran," tutur Magniz.
Sumber : Kompas TV, muhammadiyah.or.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.