JAKARTA, KOMPAS.TV - Meninggalnya Ahmad Syafii Maarif yang akrab disapa Buya Syafii Maarif menyisakan duka yang mendalam bagi Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2005-2015, Din Syamsuddin.
Menurut Din Syamsuddin, meninggalnya Buya Syafii bukan hanya kehilangan bagi keluarga besar Muhammadiyah, tapi juga bangsa Indonesia dan dunia Islam.
“Almarhum adalah seorang sosok ulama, cendekiawan, dan pujangga yang telah banyak melahirkan pikiran bernas dan bermanfaat bagi kehidupan bangsa,” kata Din dalam keterangan resmi yang diterima Kompas TV, Jumat (27/5/2022).
Din mengungkapkan, pemikiran almarhum reflektif, kritis dan menggelitik. Hal tersebut bertolak dari batin yang resah dan gelisah terhadap realitas kehidupan bangsa Indonesia.
Sebagai pengejawantahannya, sambungnya, lahirlah kritik-kritik yang keras bahkan "pedas", yang membuat sebagian kalangan merasa tidak nyaman mendengarnya.
Baca Juga: Sosok Buya Syafii Maarif di Mata Kerabat: Junjung Tinggi Independensi, Kejujuran, & Keadilan Sosial
Din pun mengenang saat dirinya bergaul bersama Buya Syafii. Ia mengatakan, almarhum sejatinya adalah seorang unik, perenung, dan pegaul yang simpatik.
“Pikiran-pikiran kritis-reflektifnya lahir dari obsesi tinggi akan kemajuan umat, kemajuan bangsa. Dia sampaikan dengan ketulusan tanpa pamrih (bahkan terkesan nyaris "lugu politik"), karena baginya keyakinan akan kebenaran harus disampaikan demi kebenaran itu sendiri,” ucap Din.
Bagi Buya, Din Syamsuddin menjelaskan, otokritik perlu berdaya kejut (shock therapy) karena hanya dengan demikian, kaum yang sedang tidur pulas akan terbangunkan.
Sebagian pikiran Buya Syafii, tulis Din, sudah terlembaga dalam wawasan ke-Muhammadiyah-an dan menjelma dalam Gerakan Pencerahan Muhammadiyah.
Sebagian yang lain masih harus terus diperjuangkan, yakni menjadikan Muhammadiyah sebagai gerakan ilmu.
Baca Juga: Cerita Jokowi Mengenang Pertemuan Terakhir dengan Buya Syafii
Dalam hal ini, menurut Din, Muhammadiyah memang sudah melampaui gerakan ilmu karena praksisme yang diamalkannya juga berbasis ilmu (walau bersifat sederhana).
Namun, untuk menjadi gerakan peradaban demi terwujudnya peradaban utama dengan basis keilmuan, sambungnya, gerakan Muhammadiyah masih perlu didalam-tinggikan dalam suatu kerangka ontologis dan epistemologis yang kuat.
Di sinilah, kata Din, maqam tinggi pikiran Aalmarhum Buya Syafii Maarif.
"Semoga kegelisahan itu dibawanya ke alam barzakh dan kita semua masih dapat berdialog secara ruhiyah untuk menjadikan perjuangan mewujudkan pikiran-pikiran almarhum sebagai amanah bagi kita dan amal jariah bagi Jiwa Yang Tengah Pergi ke Haribaan Sang Robbi," ungkap Din.
Diberitakan sebelumnya, kabar meninggalnya Buya Syafii disampaikan oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir.
Haedar menuturkan Buya Syafii wafat hari ini, Jumat, pukul 10.15 WIB di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
"Muhammadiyah dan bangsa Indonesia berduka. Telah wafat Buya Prof Dr H Ahmad Syafii Maarif pada hari Jumat, 27 Mei 2022 pukul 10.15 WIB di RS PKU Muhammadiyah Gamping," kata Haedar dalam keterangannya Jumat.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.