JAKARTA, KOMPAS.TV- Indonesia Corruption Wacth (ICW) mengungkap disparitas bukan hanya menyangkut pemenjaraan semata, tapi juga terkait uang pidana penjara pengganti.
Demikian Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulis yang diterima KOMPAS TV, Senin (23/5/2022).
“Untuk itu, penting bagi Mahkamah Agung untuk segera menyusun pedoman pemidanaan pidana penjara pengganti,” ucap Kurnia Ramadhana.
Sebagai gambaran, ICW membeberkan adanya disparitas pada kasus terpidana Paino, Asisten Manajer Ahli Pertanahan Pertamina Region Jawa dan terpidana Aries HB, merupakan Ketua DPRD Kabupaten Muara Enim.
Kedua terpidana ini sama-sama diputuskan pidana penjara pengganti 1 tahun. Tapi Paino untuk uang pengganti Rp30 juta sementara Aries Rp8,4 Miliar.
Disparitas juga terjadi pada hukuman bagi terpidana Teguh Sugiarto yang merupakan Kaur Pembangunan Desa Sari Nadi dengan terpidana Leonard Paul, Bendahara Penerima RSUD Abepura.
Baca Juga: MA Harus Evaluasi, Temuan ICW: Ada Tren Hakim Vonis Ringan Terdakwa Korupsi, Rerata 3 Tahun Bui
Kedua terpidana tersebut sama-sama diputuskan pidana penjara pengganti 9 bulan. Namun uang pengganti yang ditetapkan bagi Teguh adalah Rp84 juta sementara Leonard Rp1,5 Miliar.
Gambaran disparitas lainnya juga diungkapkan ICW pada kasus terpidana Hubertus Ngondus sebagai Kepala Sekolah SMPN 1 Reok dengan Pridayatnim Supriatna, Pelaksana Curtomer Service PT Bank Maluku.
Hubertus dan Pridayatnim sama-sama dipidana penjara pengganti 6 bulan meskipun uang pengganti yang ditetapkan bagi Hubertus Rp25 juta dan Pridayatmin Rp1 miliar.
Menurut ICW, lanjut Kurnia, pidana penjara pengganti sekalipun tergolong sebagai pidana tambahan namun keberadaan pidana penjara pengganti dalam penanganan perkara korupsi tetap menjadi hal krusial.
“Sebab, hukuman yang tertuang pada Pasal 18 ayat (3) UU Tipikor ini merupakan metode untuk memaksa terpidana melunasi uang pengganti,” ucapnya.
Baca Juga: ICW Ungkap Tren Penindakan Korupsi 2021, Hasilnya Polri Sangat Buruk, KPK Buruk, Kejaksaan Baik
“Namun, faktanya ada banyak putusan yang mengabaikan eksistensi pidana penjara pengganti. Polanya pun hampir serupa, yakni perbedaan yang cukup signifikan antara uang pengganti dengan pidana penjara pengganti,” tambahnya.
Apalagi mengacu pada catatan ICW, kata Kurnia, yang sering tampak ialah terpidana dijatuhi pidana tambahan uang pengganti besar, namun hanya dikenakan pidana penjara pengganti di bawah satu tahun penjara.
“Padahal, UU Tipikor telah membuka celah bagi majelis hakim untuk mengenakan pidana penjara pengganti yang tinggi sepanjang masih dalam koridor pasal putusan,” tegas Kurnia.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.