JAKARTA, KOMPAS.TV - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkapkan vonis ringan mendominasi pemantauan persidangan kasus korupsi di sepanjang 2021.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan temuan tersebut merupakan hasil riset yang dilakukan pihaknya, berdasarkan penelusuran pada SIPP pengadilan, direktori keputusan Mahkamah Agung, dan pemberitaan daring sepanjang tahun lalu.
Total, selama 2021, kata dia terdapat 1.282 perkara dan 1.404 terdakwa kasus korupsi yang ditangani oleh KPK dan Kejaksaan, baik Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, maupun Kejaksaan Negeri.
"Rata-rata vonis sepanjang tahun 2021 hanya 3 tahun 5 bulan penjara. Meskipun mengalami kenaikan jika dibandingkan tahun sebelumnya, namun hukuman tersebut sudah barang tentu tidak menimbulkan efek jera terhadap pelaku," kata Kurnia dalam jumpa pers virtual, Minggu (22/5/2022).
Merinci data ICW, dari 1.261 Terdakwa, sebanyak 929 orang divonis ringan, 319 terdakwa divonis sedang, dan hanya 13 terdakwa divonis di atas 10 tahun penjara atau masuk kategori berat.
Kendati demikian, dia menyebut rendahnya vonis hukuman ini tidak mengejutkan masyarakat. Pasalnya, di sepanjang 20221 ini, Mahkamah Agung kerap kali menghasilkan kontroversi dengan mendiskon atau memotong hukuman para koruptor.
Adapun mayoritas terdakwa yang divonis ringan, adalah perangkat desa, aparatur sipil negara, kepala daerah dan politikus.
Baca Juga: ICW Ungkap Tren Penindakan Korupsi 2021, Hasilnya Polri Sangat Buruk, KPK Buruk, Kejaksaan Baik
Menurut penjelasannya, adanya vonis ringan ini dikarenakan tuntutan yang dilayangkan oleh KPK dan Kejaksaan yang sudah rendah, yakni rata-rata 4 tahun 5 bulan penjara.
"(Tuntutan rendah) dikorting lagi oleh majelis hakim dalam putusan, itu yang tergambar. Tuntutan berat tadi ada 40-an orang, divonis tinggal 13 orang, itu juga dipotong majelis hakim," tegasnya.
Selain itu, ICW menemukan, vonis ringan ini juga disebabkan adanya pergeseran pasal yang digunakan hakim dalam memvonis para koruptor selama 2021.
Dibanding Pasal 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, majelis hakim lebih banyak memutus para koruptor bersalah melanggar Pasal 3, yang umum digunakan untuk kasus korupsi dengan kerugian negara yang tidak begitu tinggi.
"Karena, kalau diubah menjadi Pasal 3, minimal hukumannya 1 tahun, sementara Pasal 2 (hukumannya) 4 tahun," jelas Kurnia.
Dengan temuan ini, ICW meminta Mahkamah Agung tegas dan mengevaluasi para hakimnya.
"MA harus mencermati tren hukuman ringan kepada pelaku korupsi, salah satunya dengan mengidentifikasi hakim-hakim yang kerap melakukan hal tersebut. Jika ditemukan adanya kekeliruan, Mahkamah Agung harus mengevaluasi kinerjanya dengan tolak ukur objektif," ucap dia.
MA juga diminta dinilai lebih gencar menyosialisasikan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor.
Baca Juga: ICW Ungkap Korupsi 2021 Paling Banyak Terkait Anggaran Desa, Kemendesa Harus Ambil Langkah Kongkret
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.