JAKARTA, KOMPAS.TV- Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan, proyek pengadaan gorden dan blind rumah jabatan anggota DPR berpotensi menjadi kasus korupsi jika dilanjutkan.
Oleh sebab itu, Biyamin menuturkan pembatalan proyek pengadaan gorden dan blind rumah dinas anggota DPR sudah seharusnya.
"Kalau tidak dibatalkan malah bisa jadi kasus korupsi," ujar Boyamin sebagaimana dikutip dari Kompas.com, Kamis (19/5/2022).
Sebagaimana diketahui lelang proyek gorden rumah jabatan anggota DPR dimenangi oleh PT Bertiga Mitra Solusi dengan nilai penawaran paling tinggi, yakni Rp 43,5 miliar.
Baca Juga: Pengamat soal Cat Gedung DPR Senilai Rp4.5 M: Patut Ditolak, Kontroversi Gorden Saja Belum Terjawab
PT Bertiga Mitra Solusi menang atas kandidat lainnya, yaitu PT Sultan Sukses Mandiri Rp 37,7 miliar dan PT Panderman Jaya Rp 42,1 miliar.
Bagi Boyamin, lelang proyek tersebut sarat penyimpangan dan kejanggalan, sehingga rawan menjadi kasus hukum di kemudian hari.
"Karena selisih (nilai penawaran) PT Bertiga Mitra Solusi dikurangi PT Sultan Sukses Mandiri sekitar Rp 5 miliar akan menjadi kerugian negara," kata dia.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar telah membatalkan proyek pergantian gorden rumah jabatan anggota DPR. Keputusan itu disampaikan setelah melakukan rapat bersama pimpinan Badan Urusan Rumah Tangga (BURT).
Baca Juga: Dugaan Penyimpangan Tender Gorden Rp43,5 M Diminta Dilanjutkan, meski DPR Hentikan Proyek
"Hasil kesimpulan dengan pimpinan BURT bahwa kami berkesimpulan tidak dilanjutkan (proyek penggantian gorden rumah dinas)," kata Indra di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (17/5/2022).
Ia menjelaskan, dalam proyek gorden setidaknya ada 49 perusahaan yang ikut dalam tender.
"Dari 49 perusahaan yang masuk mendaftar, itu hanya 3 perusahaan yang melakukan penawaran. Dari tiga, hanya dua yang memenuhi syarat administrasi. Dari dua, hanya satu yang memenuhi persyaratan teknis," ujar Indra.
Menurut dia, proses pelaksanaan tender itu telah sesuai dengan aturan yang berlaku, meski pihaknya memilih perusahaan yang memberikan penawaran dengan harga tertinggi.
"Ini dipilih harga tertinggi karena tidak ada pilihan, sehingga harga itu yang disebut kewajaran tergantung cara kita memandang dan menafsirkan. Di situasi Covid, kami memutuskan untuk tidak melanjutkan proses ini," katanya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.