JAKARTA, KOMPAS.TV - Jaksa Agung Saniter Burhanuddin mengaku heran pihak swasta turut berperan mengambil kebijakan di Kementerian Perdagangan untuk menentukan Domestic Market Obligation (DMO).
Demikian Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam wawancaranya dengan jurnalis KOMPAS TV, Abel Insani, Rabu (18/5/2022).
“Jadi memang gini, LCW ini, saya juga heran, dia orang swasta tanpa direkrut dengan suatu keputusan, dia bisa bicara di sini dan bisa mengambil mengambil kebijakan bersama dengan Dirjen Perdagangan Luar Negeri untuk menentukan DMO,” kata ST Burhanuddin.
Seharusnya, kata Jaksa Agung, kebijakan menentukan Domestic Market Obligation (DMO) dilakukan tanpa melibatkan swasta.
“Padahal seharusnya tetap ditentukan oleh hal-hal yang bersifat struktural dan tidak melibatkan swasta, ini kan berbahaya swasta di situ dan ikut menentukan kebijakan, dan ini berbahaya,” ujarnya.
Baca Juga: Kejagung Tetapkan Lin Che Wei Tersangka Korupsi Ekspor CPO, Ini Perannya
Untuk itu, Jaksa Agung berjanji penanganan perkara ini tidak hanya berhenti pada penetapan tersangka dan penahanan saja. Kejaksaan Agung, katanya, akan berupaya mengembalikan kerugian negara yang diakibatkan dalam perkara korupsi ini.
“Pokoknya begini, karena ini juga Pak Presiden ini sangat konsen, ya jangan hanya tangkap, jangan hanya tahan, tapi harus pula kita bisa mengembalikan kerugian yang dilakukan oleh mafia migor,” ucapnya.
Kemarin, Kejaksaan Agung menetapkan tersangka baru untuk perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor crude palm oil dan turunannya, yakni LCW atau WH.
Terhadap tersangka LCW alias WH, Kejaksaan Agung langsung melakukan penahanan.
Dalam perkara ini, Kejaksaan Agung membeberkan tersangka LCW alias WH bersama-sama dengan Tersangka IWW (Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI) mengkondisikan pemberian izin Persetujuan Ekspor (PE) di beberapa perusahaan.
Baca Juga: AIMAN - Membongkar Mafia Minyak Goreng, Apa Kata Jaksa Agung?
Untuk mempercepat proses penyidikan, Tersangka LCW alias WH dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Salemba Jakarta Pusat selama 20 (dua puluh) hari terhitung sejak 17 Mei 2022 s/d 05 Juni 2022.
Perbuatan Tersangka disangka melanggar Pasal 2 jo. Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.