JAKARTA, KOMPAS.TV - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendesak Badan Urusan Rumah Tangga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) segera membatalkan pengadaan gorden untuk rumah dinas Anggota DPR.
Pasalnya, pengeluaran anggaran untuk mengganti gorden rumah dinas bukanlah suatu hal yang mendesak dilakukan saat ini.
Demikian Koordinator MAKI Boyamin Saiman dalam keterangannya kepada KOMPAS TV, Senin (9/5/2022).
“Kenapa? menurut anggota DPR, beberapa orang yang saya kontak itu bawa gordennya masih bagus, jadi kalau toh ada yang kusam cukup dicuci bukan diganti. Jadi bukan kebutuhan mendesak untuk kepentingan gorden ini,” kata Boyamin Saiman.
“Jadi ini alasan-alasan itulah semestinya badan urusan rumah tangga kemudian memerintahkan kepada panitia Pokja (Kelompok kerja) dan maupun Sekjen DPR untuk membatalkan dan mengalihkan anggaran ini untuk kepentingan Covid-19,” tambahnya.
Baca Juga: Lelang Proyek Gorden Rumah Dinas DPR Selesai, Dimenangkan Penawar Tertinggi
Apalagi, lanjut Boyamin, ada hal tidak wajar dalam tender pengadaan gorden rumah dinas Anggota DPR. Yakni, pemenang justru penawar dengan harga tertinggi.
“MAKI menyayangkan pengumuman pemenang tender lelang gorden rumah dinas DPR RI beberapa hari yang lalu, di mana itu harga yang terbentuk adalah harga tertinggi dari 3 penawar, dimana harganya tersebut adalah sekitar Rp43 miliar dari harga perkiraan sendiri Rp45 miliar,” kata Boyamin.
“Yang pertama adalah memang itu tidak wajar dan tidak lazim, harga tertinggi yang dimenangkan mestinya adalah yang terendah yang memenuhi syarat,” lanjutnya.
Kedua, sambung Boyamin Saiman, penawaran dari pemenang pengadaan gorden rumah dinas anggota DPR tersebut jauh di atas wajar, karena di atas 92 persen.
“Padahal semestinya, biasanya kalau tender itu kompetitif maka di angka 85 persen sampai maksimal 90 persen, itu pun kisaran kalau kementerian PUPR itu pengadaan barang jasa itu adalah 80 persen,” ujarnya.
Baca Juga: Ketua BURT DPR Minta Sekretariat Kaji Ulang Penggantian Gorden Rumah Dinas yang Habiskan Rp48 Miliar
Atas dasar itu, Boyamin mengatakan, MAKI akan meminta kepada badan urusan rumah tangga DPR sebagai atasan atau pihak yang mengawasi dari kesekjenan untuk membatalkan.
“Alasan selain dua hal tadi, harga terlalu tinggi atau karena di atas 92 persen dan juga pemenangnya adalah nilai penawar tertinggi itu tidak wajar, ketiga adalah masyarakat masih sedang menderita akibat Covid-19,” ucapnya.
“Mestinya DPR memberikan contoh ada pengalihan anggaran ini untuk kebutuhan masyarakat, untuk hal-hal yang lebih berguna untuk kepentingan masyarakat, jadi ini ada istilah yang di pemerintahan aja ada refocusing maka DPR mestinya juga melakukan hal yang sama,” tambahnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.