JAKARTA, KOMPAS.TV – Pemerintah mengklaim banyak aspirasi masyarakat Papua yang menginginkan pembentukan provinsi baru. Meski, Majelis Rakyat Papua sebagai lembaga perwakilan kultural orang asli Papua justru meminta pemekaran tak dilakukan.
Klaim tentang banyaknya aspirasi pemekaran wilayah Papua disampaikan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (26/4/2022). ”Mereka yang mendukung pemekaran juga tidak kalah banyaknya,” katanya.
Tito menyebutkan, asosiasi pemerintah daerah, seperti Asosiasi Bupati di Papua Selatan, sudah mengirim surat resmi. Juga, asosiasi bupati dan tokoh masyarakat di wilayah Meepago sudah mengirimkan surat dukungan.
Para bupati di wilayah Pegunungan Tengah, kecuali Bupati Memberamo Tengah pun sudah menyampaikan surat dukungan. Serta, asosiasi bupati di kawasan Papua Utara, seperti Bupati Jayapura dan Wali Kota Jayapura, juga memberikan dukungan.
Dari situ, Tito mempertanyakan sikap Majelis Rakyat Papua (MRP) yang keberatan dengan pembentukan tiga provinsi baru di Papua. ”Apa itu sudah diplenokan?” katanya.
Baca Juga: Temui Jokowi, Majelis Rakyat Papua Tolak Pemekaran Papua
Adapun Presiden Joko Widodo sudah bertemu dengan Ketua MRP Timotius Murib dan Ketua Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) Maxsi Ahoren bersama beberapa jajaran MRP dan MRPB lainnya pada Senin (25/4).
Dalam kesempatan itu, turut hadir Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD dan Mendagri Tito Karnavian.
Dalam hal ini, Ketua MRP Timotius Murib menegaskan, Papua adalah wilayah khusus. Jika pemerintah ingin pemekaran atau membentuk daerah otonomi baru (DOB), maka harus menggunakan mekanisme pertimbangan dan persetujuan MRP.
”Kalau tidak, maka itu ilegal,” ujarnya, dilansir dari Kompas.id.
Timotius menerangkan, dalam UU Otsus baru (UU Nomor 2 Tahun 2021), pembentukan DOB di Papua tidak melibatkan MRP. Padahal, dalam ketentuan Pasal 76 di UU sebelumnya (UU No 21/2001), pemekaran harus dilakukan atas persetujuan MRP dan DPRP.
”Ini artinya tanpa persetujuan MRP dan DPRP, tidak boleh ada DOB,” ujarnya menandaskan.
MRP juga masih mempersoalkan proses perubahan UU Otsus Papua yang tidak melalui usul rakyat Papua sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 77 UU No 21/2001. Pasal itu mengatur pentingnya konsultasi dan partisipasi rakyat Papua.
”Ini juga sesuai amanat Bapak Presiden tanggal 13 Februari 2020 yang mengajak semua pihak untuk mengevaluasi efektivitas pelaksanaan UU Otonomi Khusus selama 20 tahun,” ujarnya.
Ketua Panitia Musyawarah (Panmus) MRP Benny Sweny menambahkan, dari belasan kali kunjungan Presiden ke Papua, belum pernah satu kali pun mengunjungi MRP yang merupakan rumah rakyat Papua.
”Dalam kesempatan berikutnya, mohon Bapak Presiden agar berkunjung ke MRP karena lembaga ini adalah rumah rakyat Papua,” katanya.
Sumber : Kompas TV/Kompas.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.