JAKARTA, KOMPAS.TV – Presiden Joko Widodo telah meminta menteri di kabinetnya untuk tidak menyuarakan penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden. Namun, pernyataan ini dinilai kurang kuat dan tidak menjamin surutnya wacana tersebut.
Hal ini disampaikan Pengajar Ilmu Politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Adi Prayitno kepadda Kompas.tv, Kamis (7/4/2022).
Menurutnya pernyataan presiden tersebut, sebatas imbauan, namun belum “mengunci” para bawahannya untuk tidak mengulang kembali wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan.
Baca Juga: Setelah Presiden Larang Bicara Penundaan dan Perpanjangan Masa Jabatan: Reshuffle atau Kesetiaan?
"Pernyataan presiden tidak terlampau nendang. Karena sebatas imbauan agar menteri tidak kembali menimbulkan kegaduhan,” ujar Adi Prayitno.
Dia mengatakan, sebelumnya Jokowi juga pernah mengeluarkan pernyataan yang keras terkait isu perpanjangan jabatan.
Tercatat pada 2 Desember 2019, Presiden Joko Widodo pernah mengeluarkan pernyataan, "Kalau ada yang usulkan itu, ada tiga (motif) menurut saya, ingin menampar muka saya, ingin cari muka, atau ingin menjerumuskan. Itu saja,"
Baca Juga: Sikap Presiden Jokowi Tegas, Moeldoko Minta Masyarakat Tak Lagi Angkat Wacana Jabatan 3 Periode
Namun, kata Adi, setelah pernyataan yang keras seperti itu nyatanya wacana perpanjangan masa jabatan presiden yang didorong sejumlah menteri, juga tidak berhenti.
“Dulu juga presiden pernah bilang menampar, nyatanya di sekitarnya tetap ada. Artinya, tidak ada jaminan di kemudian hari, ini akan berhenti,” kata Adi.
Karena itu menurut Adi seharusnya Presiden juga menyampaikan dua hal untuk benar-benar mengunci para pembantunya di kabinet agar tidak lagi memainkan wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan.
Baca Juga: Jokowi: Jangan Ada Lagi yang Suarakan Penundaan Pemilu dan Perpanjangan Jabatan
Pertama, Presiden Joko Widodo sendiri harus secara jelas menyatakan tidak tertarik mengamandemen undang-undang dasar dan juga tidak berminat atau tidak ingin masa jabatannya diperpanjang.
Kedua adalah menyatakan akan memberhentikan para menteri dan pembantunya yang masih menyuarakan penundaan pemilu serta perpanjangan masa jabatan presiden.
“Kalau dua hal itu ditambahkan saya kira dahsyat dan luar biasa nendang. Karena sering kali elite di sekitar presiden tidak bisa dikendalikan,” tuturnya.
Menurut Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia ini, Jokowi harus lebih keras, karena justru Istana atau presiden Jokowi sendirilah yang menjadi sasaran tembak dari berbagai opini negatif soal penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan.
Selama ini kerap banyak spekulasi bahwa wacana penundaan pemilu dan perpanjanga masa jabatan berasal dari Presiden Joko Widodo sendiri. Karena itu, sikap presiden harus lebih tegas.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.