Baca Juga: Mahfud MD Sebut 22 Jaksa Senior akan Tangani Kasus Pelanggaran HAM Berat Paniai Papua
Mendengar laporan tersebut, Jenderal Andika menyampaikan bahwa TNI tidak perlu mengatur atau menentukan tempat pemeriksaan karena penyidikan dilakukan oleh kejaksaan.
“Mau diperiksa di mana saja monggo (silakan) karena penyidiknya mereka. Mau diperiksa di kejaksaan silakan. Dalam Undang-Undang Peradilan Militer, kita hanya (mengurus) perizinan,” ujar Panglima TNI.
Seperti diketahui, pelanggaran HAM berat dilaporkan terjadi di Paniai, Papua, pada 7-8 Desember 2014 yang menyebabkan lima warga sipil tewas dan 17 warga lainnya luka-luka.
Baca Juga: Kasus Korupsi Satelit Kemhan, Jaksa Agung: Ada Tindak Pidana yang Dilakukan dari Unsur TNI dan Sipil
Kasus tersebut diyakini melibatkan sejumlah prajurit TNI. Dalam insiden di Paniai, setidaknya empat pelajar tewas tertembak di lokasi unjuk rasa, sementara satu lainnya tewas setelah menjalani perawatan di rumah sakit.
Adapun lima pelajar yang tewas pada insiden Paniai, yaitu Otianus Gobai (18), Simon Degei (18), Yulian Yeimo (17), Abia Gobay (17), dan Alfius Youw (17).
Tidak hanya korban jiwa, 17 warga sipil juga mengalami luka-luka akibat bentrok antara massa unjuk rasa dan aparat keamanan gabungan dari TNI dan Polri.
Baca Juga: Kepala BIN Papua Mayjen TNI Abdul Haris Napoleon Meninggal di Jayapura
Terkait insiden tersebut, pada 2020 Komnas HAM kemudian menetapkan bahwa insiden di Paniai itu sebagai pelanggaran HAM berat.
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin selaku Penyidik Pelanggaran HAM yang Berat pada 2021 membentuk tim penyidik yang terdiri atas 22 jaksa senior. Tim penyidik itu dipimpin oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus.
Sumber : Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.