JAKARTA, KOMPAS.TV - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melaporkan adanya pratik kekerasan di kerangkeng milik Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Peranginangin.
Kekerasan itu bahkan mengakibatkan korban nyawa.
Keterangan tersebut disampaikan Anggota Komnas HAM Choirul Anam melalui pernyataan video yang diterima KOMPAS TV, Minggu (30/1/2022).
"Jadi firm kekerasan terjadi di sana. Korbannya banyak. Termasuk di dalamnya kekerasan yang menyebabkan hilangnya nyawa dan hilangnya nyawa ini lebih dari satu korbannya," tutur Choirul.
Menurut Choirul, keterangan saksi soal adanya kekerasan yang menghilangkan nyawa itu merupakan informasi yang solid. Bukan cuma dari satu, namun juga dari beberapa pihak yang dikonfirmasi oleh Komnas HAM.
"Kami sudah mendalami. Informasi kami dalami dari berbagai pihak yang itu mengatakan bahwa memang kematian tersebut disebabkan tindak kekerasan," tuturnya.
Baca Juga: Surat Perjanjian Kerangkeng Bupati Langkat, Keluarga Diminta Tak Menutut jika Penghuni Meninggal
Selain itu, Komnas HAM bahkan juga mendapatkan informasi dari saksi mengenai bagaimana kondisi para korban. Mengenai siapa pelaku kekerasan, dan bagaimana kekerasan dilakukan.
"Kami temukan pola dari kekerasan itu berlangsung. Siapa pelakunya, bagaimana caranya, menggunakan alat atau tidak, itu juga kami temukan," tuturnya.
Bahkan, sambung Choirul, terdapat istilah-istilah yang digunakan di dalam lingkungan kerangkeng manusia itu saat kekerasan dilakukan. Salah satunya, "Dua Setengah Kancing".
"Istilah-istilah yang digunakan ketika kekerasan berlangsung, seperti mos dan das, atau 'dua setengah kancing'. Ada istilah begitu yang digunakan dalam konteks penggunaan kekerasan," paparnya.
Lalu, apa arti dari kode "dua setengah kancing" itu?
Baca Juga: Komnas HAM Segera Periksa Bupati Langkat Terkait Kerangkeng Manusia
Dikutip dari Tribunpekanbaru.com, istilah "dua setengah kancing" sangat identik dengan kekerasan yang kerap terjadi pada perploncoan yang dilakukan senior terhadap junior.
Tidak jelas siapa yang mempopulerkan istilah atau kata "Dua Setengah Kancing", namun dipastikan istilah tersebut sudah menjadi tradisi dalam aksi perploncoan.
Meski terlihat sangat primitif, namun tradisi itu tetap lestari hingga saat ini.
"Dua Setengah Kancing" berarti sasaran pukulan pada titik tubuh seseorang. Jika orang yang dijadikan sasaran mengenakan kemeja, "Dua Setengah Kancing" berarti menunjukan titik ulu hati.
Junior akan mendapatkan pukulan dengan tangan dan kaki di arah ulu hati saat diplonco oleh seniornya. Pukulan ke ulu hati bisa menyebabkan seseorang pingsan bahkan tewas.
Jamak diketahui, banyak kasus kematian junior akibat diploco seniornya.
Baca Juga: Ada Temuan Korban Tewas di Kerangkeng Bupati Langkat, Komnas HAM Sebut Lebih dari 1 Orang
Saat ini, Komnas HAM sudah menyampaikan temuan itu ke Polda Samatera Utara.
Menurut Choirul, pihak Polda pun ternyata sudah menemukan dan sedang mendalami hal yang sama yaitu penggunaan kekerasan yang mengakibatkan kematian di kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat.
"Kami sudah menyampaikan ini ke pihak Polda. Ternyata pihak Polda mendalami hal yang sama soal kekerasan sama, soal hilangnya nyawa sama," tegas Choirul.
Karena itu, Komnas HAM menyatakan kasus tersebut nantinya akan ditangani langsung atau dibawa ke proses hukum oleh Polda Sumatera Utara.
Baca Juga: Terbongkar! Polisi: Sejak 2010 Penghuni Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat Ada 656 Orang
Sumber : Kompas TV/Tribunpekanbaru.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.