JAKARTA, KOMPAS.TV - Pihak keluarga diminta menandatangani surat perjanjian saat hendak memasukkan anggota keluarga mereka ke kerangkeng manusia milik Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin-Angin.
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi Pasaribu mengatakan, salah satu poin dalam surat perjanjian yakni keluarga tak boleh menjemput penghuni selama batas waktu yang ditentukan.
Poin surat itu juga menekankan, pihak keluarga tak akan menuntut jika anggota keluarga mereka sakit atau meninggal dunia.
"Bahwa tak boleh dijemput, harus di situ satu setengah tahun dan bahkan jika sakit dan meninggal tidak bertanggung jawab dan dinyatakan dalam surat pernyataan tersebut pihak keluarga tidak akan menuntut apa pun," kata Edwin saat konferensi pers di Medan pada Sabtu (29/1/2022).
"Jadi, hal-hal tersebut menurut kami cukup menjadi satu petunjuk yang mengarah pada perdagangan orang," tambah Edwin.
Kata Edwin, tersebut ditandatanagani di atas materai oleh pengurus sel dan pihak keluarga penghuni kerangkeng.
Baca Juga: Komnas HAM Segera Periksa Bupati Langkat Terkait Kerangkeng Manusia
Edwin juga menyebut, pernah ada penghuni yang meninggal saat mendekam di dalam kerangkeng milik Bupati Terbit.
Informasi ini berdasarkan aduan warga Langkat yang seorang anggota keluarganya meninggal saat berada di kerangkeng itu.
Aduan tersebut mengungkap bahwa keluarganya tak boleh dijemput di kerangkeng. Korabn yang kemudian meningal itu harus tetap berada di kerangkeng.
"Dan bahkan jika sakit dan meninggal tidak bertanggung jawab dan dinyatakan dalam surat pernyataan tersebut pihak keluarga tidak akan menuntut apa pun," kata Edwin.
Peristiwa itu terjadi pada 2019. Kala itu, keluarga mendatangi sel untuk menjemput korban, jenazah sudah dalam keadaan dimandikan dan dikafani untuk segera dikebumikan.
"Dari pengakuan keluarga, korban meninggal karena alasan sakit asam lambung. Setelah satu bulan berada di dalam, pihak pengelola rutan menelepon bahwa keluarganya meninggal dengan alasan sakit. Namun, pihak keluarganya mencurigai ada kejanggalan kematian keluarganya," terangnya.
"Jadi hal-hal tersebut menurut kami cukup menjadi satu petunjuk yang mengarah pada perdagangan orang."
Sebelumnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendalami kasus kerangkeng manusia di rumah Terbit Rencana Peranginangin.
Sumber : Kompas TV/kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.