PADANG, KOMPAS.TV - Presiden Joko Widodo (Jokowi) digugat oleh Hardjanto Tutik, warga Padang, Sumatera Barat, terkait utang negara yang kini taksiran nilainya mencapai Rp 60 miliar.
Hardjanto, melalui kuasa hukumnya Amiziduhu Mendrof, mengungkapkan bahwa pemerintah Republik Indonesia melakukan peminjaman dana tersebut pada 1950 silam.
Namun, gugatan Hardjanto terkait utang itu enggan dipenuhi oleh pihak tergugat, yakni Presiden Jokowi, Menteri Keuangan, dan DPR RI.
Lantas, kenapa pemerintah tak bersedia membayar utang tersebut? Melansir Kompas.com, berikut penjabaran lengkap mengenai latar belakang pinjaman itu.
Baca Juga: Sri Mulyani Tampik Kabar Utang Pemerintah Puluhan Ribu Triliun Rupiah
Pada 1950, Hardjanto yang saat itu merupakan seorang pengusaha, memberikan pinjaman Rp 80.300 kepada pemerintah Indonesia.
Pinjaman tersebut berdasarkan Undang-Undang (UU) Darurat RI Nomor 13 tahun 1950 tentang Pinjaman Darurat, yang ditandatangani oleh Presiden Soekarno di Jakarta per 18 Maret 1950.
Pasal 1 dalam UU itu menyebutkan, Menteri Keuangan memiliki kuasa selama tahun 1950 untuk mengambil tindakan seperti mengadakan pinjaman dan mengeluarkan peraturan tentang peredaran uang.
Adapun, ketentuan mengenai jumlah pinjamannya tertuang dalam Pasal 4 dan 8 UU Darurat tadi, dengan bunga sebesar tiga persen dalam satu tahun.
Lebih lanjut, pembayaran utang tersebut mesti dilakukan oleh pemerintah dengan menggunakan kupon tahunan, setiap 1 September.
Setelah itu, pemberi utang dapat mencairkan kupon tersebut di semua kantor De Javasche Bank di Indonesia dan beberapa lokasi lainnya.
Baca Juga: Jokowi akan Perjuangkan Isu Kesetaraan bagi Penyandang Disabilitas pada Presidensi G20
Sumber : Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.