JAKARTA, KOMPAS.TV- Media massa diharapkan dapat mengambil kebijakan seturut hak asasi manusia yang berlaku di Indonesia dengan prinsip non diskriminasi terkait pemberitaan dalam memandang Keragaman Gender dan Seksual Non-Normatif (LGBT) .
Hal itu tertuang dalam hasil riset berjudul Their Story: Riset Media Memandang Keragaman Gender dan Seksual Non-Normatif (LGBT) yang diselenggarakan oleh Konde.co yang didukung oleh USAID dan Internews.
Hasil penelitian yang dirilis Rabu (19/1/2022) ini dilakukan oleh tim peneliti yang terdiri dari, Widia Primastika, Marina Nasution, Lestari Nurhajati, Dina Listiorini, Luviana, dan Reka Kajaksana. Penelitian yang dimulai pada 2021 ini bermula dari banyak pemberitaan terkait komunitas LGBT dengan isi berita yang mengandung stigma, subordinasi, dan diskriminasi.
Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif yakni, riset framing media terhadap 10 media daring dalam periode Maret 2020 hingga Februari 2021, riset analisis kritis studi media terhadap kebijakan redaksi dengan melakukan wawancara mendalam terhadap kebijakan redaksi, serta analisis wawancara mendalam terhadap 6 jurnalis dengan identitas keragaman gender dan seksual non normatif.
Baca Juga: PKS: Sesuai Arahan Megawati, RUU TPKS Harus Larang Praktik LGBT di Indonesia
“Dari amatan kami, sejauh ini memang belum ada riset yang secara telaten meneliti seperti apa sebetulnya kebijakan redaksi media terhadap isu yang berkaitan dengan komunitas dengan keragaman gender dan seksual non normatif ini,” ujar Widia Primastika.
Dalam penelitian ini, terungkap fakta media masih menggunakan kepolisian sebagai narasumber utama dalam pemberitaan kasus kriminalitas yang terkait dengan komunitas LGBT
“Hanya sedikit media yang memilih melakukan wawancara kepada korban atau tim advokasi dari komunitas LGBT,” ucapnya.
Selain itu, media masih menggunakan diksi dan sudut pandang yang berkonotasi negatif seperti bencong dan banci untuk menggambarkan komunitas transgender, serta diksi “sesama jenis”, “segolongan sama”, “ada belok-beloknya” untuk menggambarkan komunitas gay.
Menurut Widia, pengetahuan yang baik tentang keragaman gender dan seksual di media adalah hal penting karena media berperan dalam mempengaruhi cara pandang publik umum terhadap komunitas LGBT dan isu-isu kebijakan terkait.
“Apabila media menampilkan keberagaman gender dan seksual secara positif dan tidak mendiskriminasi komunitas LGBT, maka masyarakat dapat menghargai hak asasi mereka sebagai individu,” tuturnya.
Baca Juga: Pria Ini Tuntut Toko Roti yang Tak Mau Buatkan Kue Pro-LGBT, Gugatannya Ditolak Pengadilan HAM
“Dalam penelitian ini, kami juga menemukan bahwa salah satu hal yang menjadi kekhawatiran media dalam menyuarakan keberagaman gender dan seksualitas dengan perspektif yang lebih progresif karena khawatir digeruduk oleh kelompok fundamentalis berbasis agama,” kata Widia.
Baca Juga: Kata Calon Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa Soal Isu LGBT di Institusi Militer
Melalui riset ini, direkomendasikan agar Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tidak menerapkan tindakan-tindakan diskriminatif yang menyebabkan ketakutan terhadap media dalam isu keberagaman gender dan LGBT.
“Dewan Pers juga harus mendorong media untuk mempunyai kebijakan agar sensitif terhadap persoalan gender dan minoritas,” ucapnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.