JAKARTA, KOMPAS.TV - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) turut menyoroti putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memvonis pidana nihil dalam perkara korupsi PT Asabri atas terdakwa Heru Hidayat.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengaku kecewa dengan putusan tersebut. Mengingat putusan itu dinilai tidak mencerminkan rasa keadilan di masyarakat.
“MAKI menghormati putusan tersebut, namun tetap menyatakan kecewa atas putusan itu karena tidak mencerminkan rasa keadilan masyarakat,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman dalam keterangannya, Rabu (19/1/2022).
Menurut pendapatnya, majelis hakim harusnya minimal dapat memberikan vonis ke Heru dengan hukuman seumur hidup secara bersyarat.
Adapun maksud dari bersyarat yakni, jika hukuman penjara seumur hidup dalam perkara Jiwasraya bebas atau berkurang oleh upaya peninjauan kembali (PK) atau mendapat grasi dari MA, maka vonis di kasus Asabri akan tetap berlaku dan Heru tetap dihukum seumur hidup.
Sementara berdasarkan Pasal 193 ayat (1) KUHAP, jika hakim menyatakan terdakwa bersalah maka terdakwa dijatuhi hukuman pidana.
"Tidak boleh (divonis) nihil,” tegas Boyamin.
Baca Juga: Lolos Vonis Mati Kasus Asabri, Heru Hidayat Divonis Seumur Hidup di Kasus Jiwasraya
Sehingga dia menilai seharusnya hakim menjatuhkan hukuman yang sama atau lebih berat dari vonis kasus Jiwasraya yang sebelumnya sudah diterima Heru Hidayat.
Sebagai informasi, Heru Hidayat telah divonis penjara seumur hidup di kasus korupsi Asuransi Jiwasraya yang telah berkekuatan hukum tetap berdasarkan putusan Kasasi (incracht).
Hukuman nihil, kata dia, hanya berlaku di perkara penjara terhitung yaitu 1 hari hingga maksimal 20 tahun.
Jika hukuman seumur hidup, lanjut Boyamin,maka bisa dijatuhkan hukuman yang sama atau hukuman di atasnya, yaitu mati.
“Putusan kemarin menyatakan perbuatan terdakwa Heru Hidayat terbukti, maka seharusnya dipidana dan bukan nihil. Bisa seumur hidup atau mati,” jelasnya.
Lebih lanjut, Boyamin menyebutkan sesuai Pasal 240 KUHAP putusan hakim itu keliru sehingga MAKI meminta Jaksa Kejaksaan Agung harus melakukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
“Putusan mati sebenarnya itu paling proporsional dan sesuai tuntutan keadilan masyarakat, mengingat perbuatan Heru Hidayat sangat merugikan negara, masyarakat, dan nasabah secara berulang (Jiwasraya dan Asabri),” kata Boyamin.
Baca Juga: 4 Alasan Hakim Tak Beri Vonis Mati Heru Hidayat Terkait Kasus Korupsi Asabri
Sumber : Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.