YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Dosen filsafat Universitas Gajah Mada (UGM) Sartini yang menggeluti budaya kearifan lokal ikut angkat bicara menanggapi video viral menendang sajen di Gunung Semeru baru-baru ini.
Menurut Sartini, sajen identik dengan tradisi masyarakat yang menjadi bentuk persembahan kepada Tuhan, dewa, roh leluhur, nenek moyang, atau makhluk yang tidak tampak.
“Ini sudah ada sebelum Islam masuk, bahkan sebelum Hindu dan Buddha,” ujarnya dalam siaran pers, Sabtu (15/1/2022).
Ia menerangkan, sajen kerap dikaitkan dengan ritual untuk tujuan tertentu. Oleh karena itu, benda-benda yang disiapkan untuk sajen berbeda-beda dan setiap unsur memiliki filosofi masing-masing.
Baca Juga: Rektor UIN Sunan Kalijaga Minta Penendang Sesajen di Semeru Dimaafkan
Di Jawa, misalnya, sajen sering disebut uborampe atau kelengkapan.
Sementara di Lumajang, bila itu sebagai tradisi masyarakat setempat, mungkin saja orang yang menyediakan sajen menganggap Semeru sebagai “makhluk” yang memiliki kekuatan dan berharap agar Gunung Semeru tidak “murka” lagi.
“Dalam konteks sekarang, tentu di sana termuat permohonan kepada Tuhan agar mereka diberi keselamatan. Perlu penelitian khusus untuk mengkaji fenomena ini,” ucapnya.
Menurut pemahaman Sartini, di Tanah Air kepercayaan tentang animisme dan dinamisme merupakan paham yang meyakini adanya roh yang hidup bersama manusia di alam semesta ini.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.