JAKARTA, KOMPAS.TV - Di awal 2022, publik dikejutkan dengan persoalan lembaga riset Indonesia, yang prestisius, yakni Lembaga Biologi Molekuler Eijkman.
Ratusan penelitinya, diberhentikan setelah dilebur ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional, alias BRIN.
Dari ratusan peneliti, sebagian adalah anggota tim peneliti vaksin merah putih.
Vaksin yang diminta Presiden Joko Widodo, pada Agustus 2020 untuk dikembangkan tujuh lembaga riset, yakni Eijkman dan perguruan tinggi.
Langkah peleburan menuai kritik, karena di saat riset tengah dirampungkan, justru terganggu dengan gejolak internal para peneliti yang berkurang karena proses politik birokrasi.
Tapi, soal ini, dibantah Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko.
Handoko, menyatakan hanya ingin menata birokrasi Eijkman yang mesti disiplin karena kini sepenuhnya berada di bawah BRIN.
Menurut Handoko, masalah utama adalah para peneliti di Eijkman tak punya kejelasan status sebagai aparatur sipil negara, atau ASN.
Di dunia riset internasional, nama Eijkman bukan sekadar urusan birokrasi.
Namun ini merupakan prestise peneliti Indonesia di komunitas riset dunia.
Lantaran produk penelitiannya yang dikenal di jurnal-jurnal internasional.
Apalagi yang tengah dikerjakan saat ini, menyangkut urusan pandemi covid-19 yang tengah melanda dunia.
Menurut anggota Komisi VII DPR yang membidangi energi dan riset, riset bukanlah soal birokrasi.
Apalagi riset penting yang tengah dikerjakan, Vaksin Merah Putih.
Birokrasi bisa diselesaikan setelah perintah presiden selesai dikerjakan Lembaga Eijkman.
Memang, tak cuma Eijkman yang membuat vaksin merah putih, ada enam lembaga lain yang juga terlibat.
Tapi, yang ditunggu badan pengawas obat dan makanan, serta produsennya, Bio Farma, adalah milik Universitas Airlangga dan Lembaga Eijkman, yang sudah hampir selesai penelitiannya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.