JAKARTA, KOMPAS.TV - Muhammad Yahya Waloni, terdakwa ujaran kebencian dan penistaan agama meminta kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan agar bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menghapus konten video ceramahnya.
Yahya Waloni tidak ingin video ceramahnya yang berisi ujaran kebencian dan penistaan terhadap agama itu beredar luas di media sosial.
Baca Juga: Yahya Waloni Dituntut 7 Bulan Penjara dan Denda Rp 50 Juta
"Saya memohon kepada hakim yang mulia, semua konten video saya terkait ketersinggungan dan telah menyakiti dan telah melukai perasaan saudara-saudara saya kaum Nasranai tolong bekerja sama dengan Kominfo untuk dihapus," kata Yahya dikutip dari Antara pada Rabu (29/12/2021).
Yahya Waloni demikian menyampaikan pembelaannya secara lisannya itu dalam sidang pembacaan tuntutan secara virtual di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dalam pembelaannya, penceramah kelahiran Manado tersebut mengakui perbuatannya. Ia mengaku menyesali serta berjanji tidak akan mengulanginya.
Baca Juga: Cabut Gugatan Praperadilan, Yahya Waloni Sampaikan Permintaan Maaf Soal Ceramahnya
Pria lulusan S-3 tersebut mengaku khilaf ketika melakukan ujaran-ujaran kebencian dan mengandung unsur suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) yang disampaikan dalam ceramah-ceramah agama yang diunggah di media sosial.
"Setelah saya mendengar, melihat dan sekaligus disadarkan oleh bareskrim, itu saya merasa itu bukan pribadi saya yang berbicara, saya merasa bodoh, merasa orang yang tidak berpendidikan," ucap Waloni.
Menurut Yahya, penjara menjadi universitas yang memberikannya pendidikan lagi tentang arti keberagaman dan menghormati pemeluk antarumat beragama.
Baca Juga: Yahya Waloni Minta Maaf Soal Ceramah yang Singung SARA dan Sesali Perbuatannya
Yahya mengaku bahwa perbuatannya telah melanggar etika publik, etika Pancasila, melanggar etik Undang-Undang Dasar 1945, bahkan Bhinneka Tunggal Ika.
Yahya mengaku selama dipenjara, dirinya menyadari satu hal. Ketika dirinya menjadi seorang imam, khatib atau memimpin umat di dalam penjara, ternyata di sanam diisi oleh berbagai macam lapisan masyarakat.
Tak hanya itu, mereka yang berada di dalam penjara juga berasal dari berbagai macam keberagaman dan keagamaan.
Baca Juga: Yahya Waloni Berharap Hakim Praperadilan Batalkan Penetapan Tersangka Dirinya
"Dan mereka senang kepada saya, bahkan saya baru menyadari arti dari pada kebersamaan itu, toleransi keberagaman, itu justru dari kesalahan yang saya lakukan," ujar Yahya.
Yahya berjanji setelah bebas dari pidana penjara, dirinya akan kembali menjadi penceramah yang mendukung program pemerintah dan program kepolisian yang memelihara persatuan serta kesatuan antarumat beragama di Indonesia.
Ia juga berjanji tidak akan terlibat dalam kancah perpolitikan, tidak ingin terkontaminasi dengan berbagai isu politik.
Baca Juga: 2 Laporan Polisi yang Seret Bahar Smith, Ujaran Kebencian dan Singgung Pernyataan KSAD Dudung
"Karena tidak pantas saya sebagai seorang pendakwah untuk hidup dan bersama-sama ditunggangi dengan kepentingan-kepentingan politik," ujar Yahya.
Sebelumnya, Yahya Waloni dituntut oleh jaksa penuntut umum (JPU) tujuh bulan penjara dan denda Rp50 juta dengan subsider satu bulan kurungan.
Yahya pun menerima tuntutan jaksa penuntut dan mengajukan pembelaan (pleidoi) secara lisan.
Baca Juga: M Kece Kritis hingga Habiskan 6 Kantong Darah, Pengacara: Ada Dampak Penganiayaan Irjen Napoleon
Sumber : Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.