JAKARTA, KOMPAS.TV – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak bisa memproses hukum hanya dengan simsalabim lalu ditangkap.
Penjelasan itu disampaikan Ketua KPK Firli Bahuri, dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (26/12/2021).
Menurutnya, KPK dibuat sebagai lembaga independen dan profesional, dan sejak awal, KPK menyadari begitu banyak harapan.
Namun, kata dia, KPK tidak bisa bertindak sesuai opini publik saja selain menggunakannya sebagai masukan dan koreksi.
Baca Juga: KPK Tetapkan Mantan Wali Kota Banjar Herman Sutrisno Tersangka Korupsi Proyek Infrastruktur
"KPK akan bertindak sesuai fakta hukum dan sesuai prosedur 'due process of law'. Maka, kami mohon maaf jika sebagian keinginan kawan-kawan untuk memproses si A atau si B tidak bisa dilakukan dengan 'simsalabim' lalu ditangkap," ujar Firli.
KPK disebutnya memohon bantuan dan pengawasan publik, baik melalui lembaga resmi seperti DPR, maupun ikhtiar masyarakat melalui media massa dan lembaga swadaya masyarakat.
"Kami pasti mau mendengar dan meneliti setiap informasi yang masuk, tetapi kami tidak akan terlibat dalam permainan opini dan persaingan politik," katanya.
Firli juga menyebut bahwa KPK dibentuk untuk mencari jalan keluar bagi maraknya korupsi di masa lalu, sehingga diperlukan terobosan dalam transisi menuju masa depan bebas korupsi.
Untuk terus menjadi lembaga yang mapan dan berdaya dalam pemberantasan korupsi, independensi lembaga dan setiap personal di KPK harus terjaga.
Ia menjelaskan sesuai Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK disebut bahwa KPK merupakan lembaga negara dalam rumpun eksekutif yang dalam tugas dan wewenangnya bersifat independen tidak terpengaruh kepada kekuasaan mana pun.
Baca Juga: KPK Hadirkan 56 Bukti dalam Sidang Praperadilan Kasus Dugaan Suap Bupati Kuansing
Menurut dia, hanya kebersamaan dan kesadaran yang bisa membuat KPK sukses. Oleh karena itu, melibatkan diri dalam permainan opini dan kepentingan politik akan menyebabkan lembaga ini tidak berdaya.
Selanjutnya, penguatan kualitas sumber daya manusia KPK juga akan terus dipastikan melalui keberadaan dewan pengawas (dewas) sesuai UU Nomor 19 Tahun 2019.
Sumber : Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.